EmitenNews.com - Kasus hukum bertubi-tubi mendera Andi Merya Nur. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan Bupati nonaktif Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara itu, sebagai tersangka kasus suap terkait pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021. Padahal, Selasa (25/1/2022), AMN baru menjalani sidang perdana kasus korupsi.


Kasus suap terkait pengajuan Dana PEN dengan tersangka Andi Merya Nur itu, merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021.


Dalam kasus suap terkait pengajuan Dana PEN ini, penyidik KPK menetapkan Andi Merya Nur sebagai tersangka bersama mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Ardian Noervianto. Tersangka lainnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M Syukur Akbar.


“Dengan dilakukannya pengumpulan dari berbagai informasi dan data ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melanjutkan dengan melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dan mengumumkan tersangka," ujar Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, (27/1/2022).


Sebagai pejabat tinggi di Kemendagri, Ardian Noervianto bertugas di antaranya melaksanakan salah satu bentuk investasi langsung pemerintah yaitu pinjaman pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun 2021 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Investasi yang dilakukan melalui PT Sarana Multi Infrastruktur itu, berupa pinjaman program dan atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.


"Dengan tugas tersebut, tersangka Ardian Noervianto memiliki kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh pemerintah daerah," urai Karyoto.


Sementara itu, Andi Merya sebagai Bupati Kolaka Timur menghubungi Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur sekitar Maret 2021. Laode mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta, sekitar Mei 2021.


Dalam pertemuan itu AMN yang mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp350 miliar, meminta agar Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya. Kata Karyoto, tindak lanjut dari pertemuan tersebut, Ardian diduga meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang, yaitu 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman.


Singkat cerita, Andi Merya memenuhi keinginan Ardian itu. Ia mengirimkan uang sebagai tahap awal sejumlah Rp2 miliar ke rekening bank milik Laode. Dari sejumlah Rp2 miliar tersebut, KPK menduga dibagi, Ardian menerima sebesar 131.000 dolar Singapura atau setara Rp1,5 miliar.


"Dana senilai Rp1,5 miliar itu, diberikan langsung di rumah kediaman pribadi Ardian di Jakarta. Tersangka LMSA (Laode M Syukur Akbar) menerima sebesar Rp500 juta," tambah Karyoto.


Atas pemberian uang itu, permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan (Bupati Kolaka Timur) Andi Merya pun disetujui dengan adanya bubuhan paraf Dirjen Bina Keuangan Daerah, Kemendagri, Ardian Noervianto pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.


"KPK menduga tersangka Ardian juga menerima pemberian uang dari beberapa pihak terkait permohonan pinjaman dana PEN. Hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," tutur Karyoto.


Atas perbuatannya Andi Merya Nur sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999. Sedangkan, Ardian dan Laode sebagai penerima suap  disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999.


Sementara itu, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kelas 1A Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), mengelar sidang perdana kasus korupsi dengan terdakwa Bupati Nonaktif Kolaka Timur, Andi Merya Nur, Selasa (25/1/2022). Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, dipimpin Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kendari, Ronal Salnofri dengan hakim anggota Wahyu Bintoro, dan Ewirta Lista. 


JPU KPK yang terdiri dari tiga orang jaksa –Agus Prasetya Raharja, Tri Mulyono Hendradi, dan Asril– mendakwa Andi Merya dengan dakwaan alternatif. Bupati Kolaka Timur periode 2021-2026 melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut. Andi Merya Nur didakwa menerima hadiah atau janji dari Anzarullah, selaku Kepala BPBD Koltim.


Hadiah atau janji itu,mengizinkan Anzarullah melaksanakan pekerjaan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan pembangunan dua unit jembatan di Kecamatan Ueesi dan 100 rumah di Kecamatan Uluiwoi, dilakukan oleh perusahaan yang ditunjuk oleh Anzarullah.


Hadiah atau janji yang diterima oleh terdakwa Andi Merya adalah sejumlah uang (fee) dari Anzarullah sebesar 30 persen atau senilai Rp250 juta dari total nilai anggaran Rp889 juta pada kurun waktu bulan September 2021. Hal tersebut, lanjut JPU, bertentangan dengan kewajiban terdakwa Andi Merya selaku Bupati Kolaka Timur. ***