EmitenNews.com - Produsen batubara terbesar Indonesia PT Bumi Resources (BUMI) memenangi Corporate Risk Manager of the Year. Penghargaan itu, didapat pada ajang Energy Asia Risk Awards 2021. Itu diumumkan bersamaan dengan Energy Risk Asia Virtual Conference pada Jumat, 24 September 2021.


Penghargaan itu, diselenggarakan Risk.Net, yang memberi penilaian atas inovasi dan kreativitas perusahaan di Asia dalam mengatasi tantangan bidang manajemen risiko. ”Penghargaan ini merupakan pengakuan internasional atas pencapaian perseroan dalam mengelola risiko untuk menjaga kinerja usaha, mencapai sasaran strategis, dan tumbuh berkelanjutan di tengah tantangan berat akibat pandemi Covid-19,” tutur Adika Nuraga Bakrie Presiden Direktur Bumi Resources.


Aga Bakrie sapaan akrab Adika Nuraga Bakrie menyebut sistem, dan budaya manajemen risiko korporat perseroan sudah dibangun sejak 2008 berperan besar dalam membantu memitigasi dampak Covid-19 dari sisi operasional sekaligus mengelola ketidakpastian bisnis dari pandemi tersebut. Fungsi manajemen risiko berperan sejak awal kemunculan pandemi dengan memformulasi kebijakan mengenai protokol kesehatan, prosedur mitigasi Covid-19, dan unit usaha. “Fungsi manajemen risiko juga berperan aktif dalam pembentukan Covid-19 Crisis Management Team dengan menjadi anggota di dalamnya,” imbuh Aga Bakrie. 


Tahun lalu, terobosan dilakukan Divisi Risk Management, GCG and Sustainability Bumi Resources dengan memasukkan aspek tata kelola, sosial dan lingkungan, yaitu risiko mengenai perubahan iklim dalam profil risiko perseroan. Risiko fisik soal perubahan iklim dimitigasi dengan melakukan monitoring secara baik terhadap prakiraan cuaca. Itu dilakukan dengan berkoordinasi dengan lembaga, dan organisasi terkait. 


Itu ditunjang unit usaha perseroan yaitu PT Kaltim Prima Coal (KPC), dan PT Arutmin Indonesia, juga berpengalaman pada wilayah operasional penambangan saat ini. Dengan begitu, sudah memiliki rekam jejak terbukti baik dalam mengelola risiko akibat cuaca ekstrim. Mitigasi lain, dengan mengawasi lebih intensif jadwal produksi, dan pengiriman batubara. ”Itu kemudian pencapaian target lebih terukur, dan memungkinkan perubahan dengan cepat bila dibutuhkan,” tegasnya. (*)