Ekonomi Hijau Sumber Pertumbuhan Ekonomi Baru Indonesia ke Depan
EmitenNews.com - Pemerintah mengingatkan salah satu pilar pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang dalam transisi menuju ekonomi hijau adalah pembangunan yang menggunakan energi baru dan terbarukan (EBT). Transisi menuju ekonomi hijau juga meliputi bukan saja pembangunan EBT, namun juga mengurangi karbon dioksida (CO2) yang dikeluarkan.
“Indonesia telah memberi janji akan mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat dari itu. Kita yakin pembangunan ekonomi Indonesia masih akan tetap mengeluarkan emisi karbon. Namun kita akan melakukan kompensasi sehingga kita akan mendapatkan Net Zero Emission,” ujar Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menjelaskan dalam Orasi Ilmiah Dies Natalis Universitas Padjadjaran (Unpad) ke-65 dan Lustrum XIII Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unpad secara daring pada Sabtu (10/12).
Kementerian Keuangan meyakini bahwa antara ekonomi hijau dan pertumbuhan ekonomi bukan saling trade off. Ekonomi hijau adalah merupakan sumber pertumbuhan ekonomi baru Indonesia ke depan.
“Ketika kita mengurangi emisi karbon, ketika kita mengurangi pembangkit listrik tenaga uap yang berasal dari batubara, ketika kita mengurangi kegiatan-kegiatan ekonomi yang menghasilkan emisi karbon, semuanya akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru," jelas Suahasil.
Karena pada saat yang bersamaan permintaan energi domestik untuk kegiatan-kegiatan industri akan terus meningkat. Karena itu, energi baru terbarukan atau EBT betul-betul akan sumber pertumbuhan ekonomi baru Indonesia dalam jangka menengah dan panjang.
Wamenkeu menceritakan mengenai banyak negara yang kembali ke bahan bakar fosil. Amerika Serikat mengeluarkan cadangan energi minyak dan Eropa mulai melihat bagaimana membeli batu bara dari negara-negara penghasil batubara di seluruh dunia.
“Kita pahami bahwa ini adalah gerakan jangka pendek dalam rangka melindungi masyarakat. Eropa, Amerika sedang menuju winter, musim dingin yang memerlukan energi. Indonesia melakukan peningkatan fossil fuel dalam bentuk meningkatkan subsidi energi yang saat ini kita perkirakan akan ada di atas Rp500 triliun dari APBN,” ujar Wamenkeu.
Menurut Wamenkeu, ketegangan geopolitik membuat harga energi di tingkat yang relatif tinggi. Hal tersebut merupakan bentuk dari proteksi kepada masyarakat karena masyarakat kita tetap memerlukan energi dan tetap memerlukan kegiatan ekonomi agar pemulihan bisa berlangsung cepat.
“Namun di dalam jangka menengah panjang, kami meyakini bahwa ekonomi hijau dan pertumbuhan ekonomi akan saling meng-komplementer,” katanya.
Untuk itu, Indonesia telah meluncurkan Energy Transition Mechanism (ETM), suatu mekanisme di mana Indonesia akan melakukan early retirement atau penghentian lebih awal dari beberapa pembangkit listrik tenaga batubara kita.
“Ini yang kita sudah desain dan akan kita lanjutkan terus desainnya dalam beberapa waktu ke depan,” ujar Wamenkeu.(fj)
Related News
IHSG Akhir Pekan Ditutup Naik 0,77 Persen, Telisik Detailnya
BKPM: Capai Pertumbuhan 8 Persen Butuh Investasi Rp13.528 Triliun
Hati-hati! Dua Saham Ini Dalam Pengawasan BEI
BTN Raih Predikat Tertinggi Green Building
IHSG Naik 0,82 Persen di Sesi I, GOTO, BRIS, UNVR Top Gainers LQ45
Perkuat Industri Tekstil, Wamenkeu Anggito Serap Aspirasi Pengusaha