EmitenNews.com- Bursa-bursa utama global dan regional Asia memburuk. Situasi dan kondisi itu, akan memengaruhi bursa domestik. Sebab, akhir pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) defisit nyaris satu persen ke posisi 6.241 poin.
Itu terjadi setelah Indeks terampas 47.85 poin (0,76 persen. Terpengaruh aksi jual investor sejumlah bursa saham Asia. Saham-saham sektor Aneka Industri minus 2,46 persen, dan Properti anjlok 1,38 persen. Investor memburu saham defensive macam UNVR menguat 3,3 persen.
Rupanya, investor domestik masih terlihat optimistis. Terutama terhadap prospek pemulihan ekonomi Indonesia. Aksi lempar saham pemodal global dan regional hanya bersipat sementara. ”Koreksi di bawah satu persen itu wajar dan tidak perlu khawatir berlebihan,” tutur Equity Technical Analyst Head of Research PT Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi, di Jakarta, Senin (1/3).
Karena itu, secara teknikal IHSG break out setelah terbentuk pola pulled back upper bollinger bands. Harga saham secara candlestick memiliki shadow low dengan indikasi pergerakan cenderung menguat. Indikator stochastic menjenuh pada area dekat overbought indikator MACD terkonsolidasi.
Karena itu, secara teknikal IHSG akan mencoba rebound. Bergerak menjelajahi area support 6.188 dan resistance 6.262. Sejumlah saham patut dicermati secara teknikal antara lain BMRI, BRPT, BSDE, ERAA, ICBP, INCO, SMGR, TBIG, TPIA, dan UNVR.
Sementara akhir pekan lalu, mayoritas bursa saham Asia negatif. Indeks Nikkei anjlok 3,99 persen, TOPIX tekor 3,21 persen, HANGSENG ambrol 3,64 persen, CSI300 menukik 2,43 persen, dan KOSPI turun 2,80 persen. Itu terjadi mengekor koreksi bursa Wallstreet. Episentrum kepanikan investor itu, volatilitas obligasi melonjak ke level tertinggi sejak April 2020. Itu terjadi menyusul lonjakan imbal hasil membuat investor melepas aset berisiko.
Selanjutnya, bursa Eropa melemah dengan indeks acuan Eurostoxx anjlok 1,33 persen, FTSE tekor 2,53 persen, DAX minus 0,67 persen, dan CAC40 defisit 1,39 persen. Indeks acuan Amerika Serikat (AS) DJIA melepuh 1,50 persen dan S&P500 terpangkas 0,47 persen.
Investor was was inflasi akan tumbuh lebih cepat dari ekspektasi. Sebab, itu akan memicu stimulus lanjutan mundur dari kebijakan moneter. Selanjutnya, awal Maret 2021 Investor akan menanti data indeks kinerja sektor manufaktur PMI dan tingkat inflasi sebagai indikator pemulihan ekonomi.
Apalagi, indeks kinerja sektor manufaktur PMI Tiongkok terkontraksi menjadi 50.6 dari edisi Februari 2021 di kisaran 51.3. Selanjutnya, pasar dalam negeri akan rilis dara indeks manufakturing PMI, tingkat inflasi, dan pertumbuhan pinjaman awal pekan. (Rizki)
Related News
Data Bicara: Cara Atur Strategi Portofolio di Tahun 2026!
Efek BI Rate ke Saham: Sektor Apa yang Bakal Cuan di Tahun 2026?
BI Rate 4,75 Persen: Strategi atau Sinyal Badai Pasar Saham 2026?
Prospek SUPA: PBV Menarik, Tapi Siapkah Hadapi Risiko NPL UMKM 2026?
Flywheel Superbank: Akankah AI dan Ekosistem Grab Jadi Moat Abadi?
Fundamental: Evolusi Ekosistem Grab-Emtek jadi Turnaround Superbank!





