EmitenNews.com - Pemerintah mengimbau pelaku industri gula, termasuk penggilingan, distributor, dan pabrik gula, untuk menyerap hasil panen petani tebu sesuai Harga Acuan Penjualan (HAP) di tingkat produsen yang telah ditetapkan, melalui Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 12 Tahun 2024, yaitu Rp 14.500 per kilogram (kg).

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA, I Gusti Ketut Astawa mengatakan kondisi harga gula konsumsi di tingkat konsumen secara prinsip masih relatif bagus, sehingga mestinya tidak ada alasan harga gula di petani menjadi rendah.

"Pemerintah sudah menetapkan harga gula tingkat petani Rp 14.500 per kilogram, sehingga harga gula di tingkat produsen tidak terjadi penurunan atau stuck," tegasnya pada rapat koordinasi Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) gula tingkat produsen di Jakarta, Selasa (17/6/2025).

"Kita sepakat harga gula di tingkat petani dan pelelangan harus berjalan baik. Jadi tidak boleh di bawah Rp 14.500. Beberapa PG (Pabrik Gula) yang belum penyerapan, agar segera dilakukan pelelangan. Ini perlu jadi atensi kita. Kita harus kolaborasi dalam rangka mewujudkan swasembada gula. Jadi tujuan kita menyamankan petani, tengah-tengah sampai konsumen. Nanti otomatis swasembada dapat tercapai," lanjutnya.

Data Panel Harga Pangan NFA menunjukkan bahwa rata-rata harga gula konsumsi di tingkat petani/pabrik per 17 Juni 2025 masih berada di level yang cukup baik, yakni Rp 15.125 per kg atau 4,31 persen di atas HAP. Kendati begitu, harga ini mengalami sedikit penurunan sebesar 2,27 persen dibandingkan rerata sebulan sebelumnya yang mencapai Rp 15.477 per kg.

Fluktuasi harga ini tak lepas dari pergerakan produksi GKP dalam negeri yang mulai meningkat. Berdasarkan Proyeksi Neraca Gula Konsumsi Januari-Desember 2025 update per 31 Mei 2025, produksi GKP diperkirakan melonjak tajam dari 38,5 ribu ton pada Mei menjadi 525,3 ribu ton pada Juni. Ini naik hingga 1.264 persen atau 13 kali lipat.

Terkait dugaan distribusi yang tidak wajar atau penyaluran gula rafinasi ke pasar gula konsumsi, NFA menegaskan telah berkoordinasi dengan Satgas Pangan Polri. Praktik tak wajar tersebut memerlukan kerja sama semua pihak untuk penegakan hukumnya.

"Terhadap dugaan praktik yang tak wajar terkait gula di pasaran, tentu pemerintah menggandeng Satgas Pangan Polri. Di sini ada Brigjen Pol Helfi. Beliau sangat concern untuk melakukan penindakan-penindakan tatkala ada distribusi yang salah. Dugaan rembesan gula rafinasi agar dilaporkan kepada Satgas Pangan," ucap Deputi Ketut.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Satgas Pangan Polri, Brigjen Polisi Helfi Assegaf, menyampaikan bahwa pihaknya memerlukan informasi yang riil dan lengkap dari seluruh pemangku kepentingan di sektor gula. Informasi tersebut sangat diperlukan untuk proses investigasi dan penegakan hukum secara tepat sasaran.

Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi juga menyampaikan dukungan terhadap upaya swasembada gula. Dalam wawancara cegat di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Kamis (12/6/2025), Arief menyebut salah satu upaya yang dilakukan pemerintah saat ini adalah melalui pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang lebih lunak bagi petani tebu domestik.

"Pemerintah ingin mendorong swasembada gula. Ini artinya kita bicara produksi. Salah satunya bantuan KUR, dari 6 persen, kita ajukan menjadi 3 persen, khusus bagi petani tebu. Selain itu tentu dengan penguatan regulasi lain seperti revisi Perpres dan peningkatan produksi," jelas Arief.

Adapun untuk pengembangan lahan produksi tebu seluas 500 ribu hektare, pemerintah akan memberikan subsidi bunga 3 persen untuk KUR khusus tebu. Mekanismenya pun dengan pembayaran setelah panen. Tentunya diharapkan kebijakan ini dapat mendukung petani tebu dalam negeri semakin bersemangat mengakselerasi produksinya.(*)