EmitenNews.com - Vonis 11 tahun penjara untuk tiga hakim nonaktif yang menjatuhkan vonis lepas (ontslag) dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) tahun 2022. Ketiganya, Djuyamto terbukti menerima uang suap Rp9,21 miliar serta Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharuddin masing-masing Rp6,4 miliar.

"Menyatakan para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap secara bersama-sama," kata Hakim Ketua Effendi dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (3/12/2025).

Hakim juga menjatuhkan pidana denda masing-masing sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Masih ada pidana tambahan untuk ketiganya. Majelis Hakim menghukum ketiga hakim dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti.

Untuk Djuyamto divonis untuk membayar uang pengganti senilai Rp9,21 miliar. Ali dan Agam masing-masing Rp6,4 miliar. Jika tidak dibayar, diganti dengan masing-masing subsider 4 tahun penjara.

Putusan hakim tersebut sedikit lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni masing-masing pidana penjara selama 12 tahun, denda Rp500 juta subsider pidana 6 bulan kurungan. Lalu, uang pengganti Rp9,5 miliar untuk Djuyamto beserta Ali dan Agam masing-masing dituntut membayar Rp6,2 miliar, dengan masing-masing subsider 5 tahun penjara.

Dalam perkara tersebut, ketiga hakim menerima suap sebanyak dua kali. Mereka menerimanya dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi pada kasus CPO, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Hakim menyatakan ketiganya bersalah sesuai Pasal 6 ayat (2) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Majelis Hakim mempertimbangkan perbuatan ketiga terdakwa yang tidak mendukung komitmen negara untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta telah mencoreng nama baik lembaga yudikatif sebagai benteng terakhir pencari keadilan di Republik Indonesia, sebagai hal memberatkan.

Yang juga memberatkan dan menjadi pertimbangan hakim, yaitu para terdakwa merupakan aparat penegak hukum yang melakukan tindak pidana dalam jabatannya sebagai hakim tindak pidana korupsi saat mengadili perkara tindak pidana korupsi. Mereka seharusnya memberikan keadilan, tetapi malah melakukan tindak pidana korupsi serta tindak pidana korupsi dilakukan bukan karena kebutuhan (corruption by need), tetapi karena keserakahan (corruption by greed).

Yang meringankan dalam pertimbangan Majelis Hakim saat menjatuhkan putusan, yakni para terdakwa telah mengembalikan sebagian uang suap yang diterima dan masih memiliki tanggungan keluarga. ***