EmitenNews.com -Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mengalami tekanan berat dan kini merosot ke level 6.270 memperpanjang tren pelemahan yang telah berlangsung selama dua pekan terakhir. Sentimen negatif semakin kuat setelah MSCI menurunkan peringkat Indonesia dari Equalweight menjadi Underweight, yang berimbas pada derasnya arus modal asing keluar dari pasar saham domestik. Total rebalancing MSCI Indonesia mencapai Rp1,9 triliun atau sekitar USD120 juta, memicu aksi jual masif dan meningkatkan kekhawatiran investor.

"Jika tekanan ini terus berlanjut, target bottom IHSG diproyeksikan berada di kisaran 6.000 – 6.100, bahkan tidak menutup kemungkinan menembus di bawah level psikologis 6.000," kata Hendra Wardhana Pengamat Pasar Modal dan Founder Stocknow.id.

Minimnya stimulus dari regulator fiskal dan moneter membuat investor semakin waspada terhadap prospek pasar. Indikator Fear & Greed Index di AS menunjukkan angka 18/100 (Extreme Fear), menandakan tingkat pesimisme pasar yang sangat tinggi. Sementara itu, rupiah terus melemah dan mendekati Rp16.550 per USD, menambah tekanan bagi IHSG. Dengan kondisi ini, pelaku pasar mulai mempertimbangkan skenario worst case, di mana IHSG bisa saja terkoreksi lebih dalam hingga ke level 5.800 jika aksi jual asing semakin deras. Meski demikian, masih ada harapan bahwa level support kuat di 6.100 dapat menjadi titik balik bagi IHSG untuk melakukan rebound, meskipun pergerakannya masih sangat ditentukan oleh arus modal asing.

Aksi jual investor asing semakin agresif dalam sepekan terakhir dengan total net sell mencapai Rp7.67 triliun, terutama pada saham-saham perbankan seperti BBRI (Rp2,1 triliun), BBRI (Rp1,8 triliun), dan BMRI (Rp1,1 triliun). Penurunan peringkat dari MSCI dan Morgan Stanley semakin memperburuk sentimen, mengingat proyeksi return investasi Indonesia dinilai kurang menarik di tahun 2025 akibat perlambatan ekonomi global dan domestik. Hal ini selaras dengan langkah investor global yang lebih memilih aset safe haven seperti emas dan obligasi. Pasar obligasi Indonesia masih menunjukkan daya tarik bagi investor asing, dengan net buy di SBN mencapai Rp11,5 triliun sepanjang Februari 2025 dan total year-to-date inflow sebesar Rp16,2 triliun, meskipun imbal hasilnya tetap tinggi di atas 6,8%.

Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang paling terpukul, dengan tekanan jual besar-besaran yang menyebabkan saham-saham big caps menjadi top laggards. Tidak ada indikasi rotasi dana ke sektor lain, mengingat sebagian besar investor lebih memilih bersikap wait and see. Dengan bobot 24% terhadap IHSG, di mana BBCA menyumbang 9,3%, BBRI 5,7%, dan BMRI 3,8%, pelemahan di sektor ini menjadi faktor utama yang menyeret IHSG ke level lebih rendah. Laporan keuangan terbaru juga kurang menggembirakan, dengan laba BBRI pada Januari 2025 anjlok -58,3% YoY dan pertumbuhan kredit hanya 4,6% YoY.

Untuk pekan depan, IHSG masih berpotensi mengalami pergerakan sideways dengan kecenderungan melemah akibat aksi panic selling. Namun, tekanan jual diperkirakan mulai mereda pada pertengahan pekan seiring dengan rilis data ekonomi penting seperti inflasi Indonesia (diproyeksi turun dari 0,76% pada Januari menjadi 0,5% di Februari 2025) dan PMI Manufaktur (diperkirakan meningkat dari 51,9 ke 52,3). Di sisi lain, rebalancing MSCI yang masih berlangsung bisa terus memberikan tekanan, terutama terhadap sektor perbankan yang dalam sesi terakhir melemah hingga 2,77%.

Selain faktor domestik, kebijakan ekonomi global juga menjadi perhatian utama. Presiden AS Donald Trump baru saja mengumumkan tarif impor baru terhadap Kanada, Meksiko, dan China yang akan berlaku mulai 4 Maret 2025. Tarif untuk produk China naik menjadi 20%, yang berpotensi mengganggu arus perdagangan global dan meningkatkan inflasi di AS. Dampaknya, The Fed kemungkinan besar akan menunda pemangkasan suku bunga, yang dapat memicu penguatan dolar AS dan menekan nilai tukar rupiah. Jika skenario ini terjadi, Bank Indonesia mungkin harus menaikkan suku bunga untuk menstabilkan rupiah, yang dapat semakin membebani sektor riil dan pasar saham domestik.

Dengan ketidakpastian yang masih tinggi, investor disarankan untuk tetap berhati-hati dan mempertahankan posisi cash lebih besar. Beberapa saham yang masih menarik untuk dipantau mencakup PSAB dengan target harga Rp280 dan EMTK dengan target harga Rp580. Sementara itu, IHSG diprediksi masih akan bergerak dalam tren pelemahan dengan level resistance di 6.400 dan support di 6.162. Pasar masih membutuhkan katalis positif yang kuat untuk membalikkan tren ini, baik dari stimulus domestik maupun sentimen global yang lebih kondusif.