EmitenNews.com- Pelaku pasar mengkhawatirkan kenaikan yield obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS). Maklum, kenaikan obligasi bertenor 10 tahun ke posais 1,52 persen itu, menjelma paling tinggi sejak Februari tahun lalu. Itu terjadi menyusul perkiraan lonjakan tingkat inflasi.
Kecemasan pasar tersebut akan membuat borrowing cost perusahaan via pembiayaan utang lebih tinggi. Pada ujungnya dapat menekan kinerja perusahaan. ”Situasi dan kondisi tersebut masih akan membayangi pasar sepanjang hari ini,” tutur Equity Research Analyst Victoria Sekuritas Michael Alexander Santoso, di Jakarta, Senin (1/3).
Betul saja, searah Wall Street, mayoritas bursa Asia akhir pekan lalu melemah signifikan. Itu ditunjukkan ASX 200 minus 2,35 persen, HSI tekor 3,64 persen, KOSPI turun 2,80 persen, Nikkei anjlok 3,99 persen, dan SSEC ambles 2,12 persen.
Waswas pemodal itu tentu menjalar ke pasar domestik. Respons negatif itu terefleksi dari koreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) minus 0,76 persen ke level 6.241,80. Selanjutnya, sepanjang perdagangan kali ini, IHSG akan mengorbit pada rentang support di kisaran 6.166 dan resistence 6.322. ”Kami merekomendasikan beli saham CTRA Rp1.220, PTBA Rp2.820), ANTM Rp2.980), MNCN Rp1.165, dan TBIG Rp2.250,” ucap Michael. (Rizki)
Related News
Data Bicara: Cara Atur Strategi Portofolio di Tahun 2026!
Efek BI Rate ke Saham: Sektor Apa yang Bakal Cuan di Tahun 2026?
BI Rate 4,75 Persen: Strategi atau Sinyal Badai Pasar Saham 2026?
Prospek SUPA: PBV Menarik, Tapi Siapkah Hadapi Risiko NPL UMKM 2026?
Flywheel Superbank: Akankah AI dan Ekosistem Grab Jadi Moat Abadi?
Fundamental: Evolusi Ekosistem Grab-Emtek jadi Turnaround Superbank!





