EmitenNews.com - Pertamina Geothermal Energy (PGE) membuka kerja sama pengembangan pembangkit panas bumi dengan pihak lain. Itu penting untuk menuntaskan isu-isu besar. Misalnya, pemanasan global, dan dekarbonisasi.


”Nah, untuk menjawab tantangan tersebut butuh jaringan (networking), dan kemitraan,” tutur Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Ahmad Yuniarto.


Tidak satu pun perusahaan akan mampu menghadapi persoalan-persoalan besar macam pemanasan global, dan dekarbonisasi tersebut sendirian. Tidak terkecuali PGE, sebagai bagian dari Subholding Pertamina Power & New Renewable Energy (PNRE). ”Syaratnya, kemitraan strategis harus bisa memberi keuntungan kepada kedua belah pihak. Mampu menciptakan nilai tambah bagi bumi, dunia, dan masa depan lebih baik,” imbuh Ahmad.


Dalam menekuni bisnis, PGE terus berkomitmen untuk pengembangan panas bumi, dan memastikan implementasi Environment, Social, and Governance (ESG) menjadi bagian terintegrasi dari bisnis panas bumi. Penerapan aspek-aspek ESG itu, merupakan upaya memberi nilai tambah, dan dukungan PGE pada program pemerintah soal pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) ramah lingkungan khususnya panas bumi. 


Indonesia sudah mencanangkan Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat dari itu. Selain itu, pemerintah juga menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) 29 persen pada 2030, dan target bauran EBT 23 persen pada 2025. Komitmen PGE dalam pengembangan energi panas bumi dapat berkontribusi mencapai target pembangunan berkelanjutan goals ke-7 (energi bersih dan terjangkau), goals 12 (konstruksi dan produksi bertanggungjawab), goals 13 (penanganan perubahan iklim), dan goals 15 (ekosistem darat) pada SDGs (Sustainable Development Goals). 


Ada tiga area di mana, kemitraan bisa dilakukan. Yaitu, Co-generation, Co-production, dan Co-development. Pembangkitan bersama bisa dilakukan melalui optimalisasi uap air panas (Steam n Brines to green power ) guna melahirkan listrik ramah lingkungan (green electricity).


Selain itu, ada empat bidang bisa dikerjakan secara kolektif (Co-production), yaitu pemanfaatan CO2 untuk bahan bakar alternatif, ekstraksi nano material yaitu dengan pemanfaatan kandungan berharga di fluida panas bumi (rare earth element), Green Hidrogen sebagai bahan bakar masa depan ramah lingkungan, dan Green Metanol. Pengembangan bersama (Co-development) bisa dilakukan untuk membangun Geo-eco tourism, dan Geo-agro industry. ”Prinsipnya, operasi PGE harus efisien, termasuk dalam memanfaatkan waste,” ucap Ahmad.


Indonesia harus memanfaatkan secara optimal bentuk cadangan panas bumi lokal. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, saat ini Indonesia memiliki cadangan panas bumi 23,7 GW. Merujuk data ThinkGeoEnergy 2022, kapasitas terpasang pembangkit panas bumi seluruh dunia 15.854 MW. 


Indonesia dengan kapasitas pembangkit 2.276 MW pada 2021, merupakan negara dengan kapasitas pembangkit terbesar kedua setelah Amerika Serikat (AS) 3.722 MW. Indonesia sudah melampaui Filipina 1.918 MW. (*)