EmitenNews.com - Pelatihan online Bertani On Cloud (BoC) oleh Balai Pelatihan Pertanian (BBPP) Binuang bagi petani dan penyuluh di seluruh Kalimantan melalui BoC volume 170, diapresiasi oleh Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi. Pelatihan itu dinilai bermanfaat bagi pengembangan wawasan dan pengetahuan SDM pertanian tentang pupuk organik dan anorganik.


"Saya apresiasi BoC oleh BBPP Binuang untuk memberi wawasan dan pengetahuan petani tentang jenis-jenis pupuk. Luar biasa ini, saya beri credit point Widyaiswara Binuang, Budiono yang sudah bisa membuat pupuk NPK organik, itu keren," kata Dedi Nursyamsi saat membuka BoC, Kamis siang (14/4/2022) yang diikuti oleh 500 partisipan Sobat Tani.


BoC volume 170 dibuka Dedi Nursyamsi dari Jakarta, didampingi Kepala BBPP Binuang, Yulia Asni Kurniawati di Tapin, Kalimantan Selatan (Kalsel). Hadir host, Aman N Kahfi dan narasumber Budiono, keduanya Widyaiswara BBPP Binuang.


Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo mendorong penguatan peran petani dan penyuluh di seluruh Indonesia, melalui aneka program edukasi pertanian secara masif seperti BoC sebagai program virtual utama dari Pusat Pelatihan Pertanian BPPSDMP (Puslatan). Menurutnya, penumbuhan petani milenial harus terus didorong secara masif, tujuannya mengotimalkan partisipasi aktif generasi milenial ke sektor pertanian agar pertanian Indonesia semakin tangguh.


Luasnya wilayah Indonesia dan pandemi Covid-19 bukan hambatan bagi Kementan mencetak petani milenial unggulan. Program BoC melalui zoom meeting menjadi wahana mengulas aneka macam pelatihan dan peluang bisnis dari sektor pertanian.


Dedi Nursyamsi selaku Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian - Kementerian Pertanian RI (BPPSDMP) pada BoC volume 170 tersebut mencoba meluruskan pemahaman petani dan penyuluh Kalimantan tentang pupuk organik dan anorganik. Kalau pupuk NPK Plus, pengertiannya adalah pupuk NPK anorganik. Di situ plus-nya boleh dicantumkan atau mungkin juga plus-nya di situ ada unsur hara yang lain, selain NPK.


“Kalau yang dimaksud di sini adalah pupuk organik yang kadar NPK-nya tinggi, sebut di situ pupuk NPK organik ... bukan NPK Plus," kata Dedi Nursyamsi di Jakarta via zoom meeting.


Dedi Nursyamsi yang dikukuhkan sebagai Profesor Riset Balitbangtan ke-127 pada 14 Agustus 2017, tentu memahami betul tentang pupuk lantaran background sebagai ahli pupuk dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementan (Balitbangtan). "Saya faham betul karena juga ahli pupuk, profesor riset saya adalah profesor pupuk."


Sejarah Pupuk

Pupuk adalah salah satu sarana produksi yang berperan meningkatkan produktivitas dan produksi pertanian. Pupuk terbagi atas organik, anorganik dan hayati mengacu sumber bahan baku pupuk. Pupuk anorganik seperti urea, SP36, KCL dan NPK. Pupuk organik, ada yang sebut kompos, bokasi, abu  sekam, pupuk kandang, pupuk hijau dari biomas tanaman.


Pupuk hayati, kata Dedi lagi, bahan bakunya mikroba atau organ hayati, tentu tergantung fungsinya seperti mikroba pelarut P, mikroba dekomposer dan lainnya yang dikenal sebagai biofertilizer (pupuk hayati).


Sementara pupuk kimia dibagi tunggal dan majemuk. Kalau pupuk berarti unsur hara cuma satu misalnya hanya nitrogen, dinamai urea, atau SP36, unsur haranya hanya fosfor. Kemudian pupuk majemuk yakni NPK yang memiliki kandungan tiga unsur hara yakni nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K).


"Dulu petani dengan Program Bimas dan Inmas dengan Panca Usaha Tani sedang digenjot pada dekade 70-an, tujuannya meningkatkan produktivitas hingga empat ton hektar, waktu itu keren, dengan varietas unggul PB4 dan PB5, karena saat itu produktivitas hanya satu dua ton per hektar," kata Dedi Nursyamsi.


Saat itu, kata Dedi, belum ada pupuk kimia, maka yang dimanfaatkan adalah pupuk kandang dan kompos serta abu dapur untuk menggenjot produktivitas. Mulai diperkenalkan pupuk kimia, dengan pabrik pupuk Sriwijaya di Palembang dan Iskandar Muda di Aceh. Saat itu, kata dia, petani belum mau pakai pupuk kimia, karena belum mengerti. Saat itu baru ada pupuk urea, belum ada yang lain maka dilakukan Program Demplot di kawasan Pantura, barulah terbukti, tapi di luar Jawa belum mau pakai pupuk urea.


Kalau saat ini terjadi kelangkaan pupuk, katanya, dekade 70-an malah dibagi gratis oleh pemerintah hingga ke petani, ternyata pupuk disimpan di rumah atau sawah. Petani belum mengerti. Di Sumatera yang rumah panggung, pupuk itu dibikin jadi tangga karena kalau pupuk lama dibiarkan jadi mengeras, membatu.


“Akhirnya, penyuluh didukung Babinsa turun tangan mengajak petani memakai pupuk, ternyata hasilnya bagus, akibatnya terjadi ketergantungan seperti saat ini begitu pupuk langka, langsung ribut,” kata Dedi Nursyamsi.***