EmitenNews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan bukti Abdul Ghani Kasuba terlibat kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penyidik KPK akhirnya menetapkan mantan gubernur Maluku Utara itu, juga ditetapkan sebagai tersangka kasus TPPU. Penyidik komisi antirasuah menduga tersangka kasus korupsi itu, menyamarkan asal usul kepemilikan aset dengan nilai awal lebih dari Rp100 miliar.

"Melalui penelusuran data dan informasi maupun keterangan para pihak yang diperiksa Tim Penyidik, didapatkan kecukupan alat bukti adanya dugaan TPPU yang dilakukan AGK selaku Gubernur Maluku Utara," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu.

Bukti awal dugaan TPPU tersebut, berupa adanya pembelian dan upaya menyamarkan asal usul kepemilikan aset-aset bernilai ekonomis dengan mengatasnamakan orang lain, dengan nilai awal diduga sekitar lebih dari Rp100 miliar.

"Tim Penyidik juga telah melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan penyitaan beberapa aset bernilai ekonomis dalam upaya memenuhi unsur-unsur pasal TPPU yang disangkakan," ujarnya.

Sebelumnya, KPK menetapkan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK) sebagai tersangka dalam kasus suap proyek pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.

Berkaitan dengan penetapan status tersangka korupsi itu, Abdul Ghani Kasuba, dan lima tersangka lainnya, langsung ditahan.

Para tersangka lainnya, yakni Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin (AH), Kadis PUPR Pemprov Maluku Daud Ismail (DI). Kemudian, Kepala BPPBJ Pemprov Maluku Utara Ridwan Arsan (RA), ajudan gubernur Ramadhan Ibrahim (RI), serta pihak swasta Stevi Thomas (ST) dan Kristian Wuisan (KW).

Kasus korupsi ini berkaitan dengan saat Pemprov Maluku Utara melaksanakan pengadaan barang dan jasa melalui anggaran yang bersumber dari APBD.

Selaku Gubernur Maluku Utara, KPK menduga AGK ikut serta dalam menentukan siapa saja pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan tersebut.

Dalam aksinya, AGK memerintahkan AH selaku Kadis Perumahan dan Permukiman, DI selaku Kadis PUPR dan RA selaku Kepala BPPBJ untuk melaporkan soal berbagai proyek yang akan dikerjakan di Provinsi Maluku Utara.

Besaran berbagai nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemprov Maluku Utara mencapai pagu anggaran lebih dari Rp500 miliar. Di antaranya pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga, serta pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo.

Dari proyek-proyek tersebut, KPK menduga AGK kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor.

AGK juga sepakat dan meminta AH, DI dan RA untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar anggaran dapat segera dicairkan.

Kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang adalah KW dan ST. Keduanya juga telah memberikan uang kepada AGK melalui RI untuk pengurusan perizinan pembangunan jalan oleh perusahaannya.

Teknis penyerahan uang dilakukan secara tunai maupun rekening penampung menggunakan rekening bank atas nama pihak lain maupun pihak swasta. Inisiatif penggunaan rekening penampung ini adalah hasil ide antara AGK dan RI.

Buku rekening dan kartu ATM tetap dipegang oleh RI sebagai orang kepercayaan AGK. Sebagai bukti permulaan awal, terdapat uang yang masuk ke rekening penampung sejumlah sekitar Rp2,2 miliar.

Uang-uang tersebut kemudian digunakan, antara lain, untuk kepentingan pribadi AGK berupa pembayaran menginap hotel dan pembayaran dokter gigi.