EmitenNews.com - Sistem logistik di Indonesia perlu dibenahi. Pasalnya, biaya logistik kita salah satu yang termahal di Asia, setidaknya hingga 2020. Sudah mahal, kinerjanya menduduki peringkat ke-46. Sederet tantangan menghadang untuk menekan mahalnya biaya logistik di Tanah Air itu. Sebagai negara kepulauan, kita seharusnya memiliki armada transportasi laut yang kuat. Sayangnya, yang ada saat ini, sebagian besar sudah tua, sehingga tidak efisien.
Sesuai kondisi geografis, sebagai negara kepulauan, Indonesia seharusnya memiliki armada transportasi laut yang kuat. Kapal menjadi sarana penting dan vital, terutama sebagai alat transportasi dan bagian dari infrastruktur pembangunan ekonomi komunitas masyarakat antardaerah. Pada tahun 2019, Kementerian Perhubungan mencatat sebanyak 32.587 kapal Indonesia yang terdaftar. Tetapi, sebagian besar sudah berusia tua. Karena itu, perbaikan dan peremajaan menjadi sebuah keharusan.
Dalam keterangannya yang dikutip Minggu (28/3/2021), Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan (Balitbanghub), Gunung Hutapea, mengungkapkan, semakin tua usia kapal, maka semakin tidak efisien. Repotnya lagi, upaya perbaikan dan peremajaan armada laut tersebut juga menjadi sebuah tantangan tersendiri. Perbaikan dan peremajaan membutuhkan biaya cukup tinggi. Selain itu terdapat beberapa tantangan lain sehingga berujung pada kenaikan biaya logistik.
“Kita menghadapi beberapa tantangan pada industri perkapalan, seperti kapal buatan dalam negeri relatif lebih mahal dibandingkan kapal produk luar negeri, waktu produksi relatif lebih lama, serta sebagian besar komponen kapal masih impor,” ujarnya.
Menurut Gunung Hutapea, ada beberapa strategi untuk mengatasi tantangan yang ada. Di antaranya, perlu intervensi pemerintah terhadap industri maritim. Bisa berupa pemberian soft loan kepada galangan kapal. Selain itu, kemudahan investasi, pengembangan digitalisasi industri galangan kapal, sharing knowledge secara global, serta pembangunan kapal bersama dengan galangan internasional. Berdasarkan strategi itu, kebutuhan kapasitas dan kapabilitas industri strategis khususnya galangan kapal termasuk komponen dalam negeri harus ditingkatkan.
“Industri kapal merupakan industri padat karya, padat teknologi, dan padat modal serta tingkat pengembalian yang rendah. Karena itu dibutuhkan pembiayaan investasi yang mendukung poros maritim secara global,” katanya.
Staf Khusus Ekonomi dan Investasi Transportasi Kemenhub, Wihana Kirana Jaya mengatakan, seluruh stakeholder perkapalan harus duduk bersama, dan melakukan clearing house. Tujuannya, agar koordinasi para pelaku baik operator, industri perkapalan, regulator harus terbangun dengan benar agar tidak terjadi asimetrik informasi sehingga memunculkan perilaku tidak efisien. “Kita harus melakukan yang namanya clearing house, bagaimana menuntaskan bottlenecking ekosistem yang disebut makro sejak dulu.”
Di luar itu, urai Wihana, seluruh kementerian atau lembaga harus berkoordinasi dengan benar agar tercipta efisiensi. “Seluruh komponen itu pasti masuk melalui Kementerian Perindustrian. Agar tercipta efisiensi, harus ada koordinasi intens antar kementerian dan kelembagaan.”
Mahal, dan tidak efisiennya sistem logistik kita, salah satu masalah yang sejak lama ingin dibenahi oleh Presiden Joko Widodo. Tol laut adalah konsep untuk memperbaiki proses pengangkutan logistik di Indonesia yang saat ini sedang gencar diterapkan di masa kepemimpinan Presiden ke-7 Indonesia itu. Dengan begitu proses distribusi barang (terutama bahan pangan) di Indonesia menjadi semakin mudah. Kemudian, berdampak pada harga bahan pokok yang semakin merata di seluruh wilayah.
Related News
Pascapemilu, Investor Global Kembali Pindahkan Portofolionya ke AS
Belum Berhenti, Harga Emas Antam Naik Lagi Rp12.000 per Gram
Mobil Baru Mahal,Gaikindo Ungkap Yang Bekas Penjualannya Meningkat
Distribusi Reksa Dana MONI II Kelas Income 2, Bank DBS Kolaborasi MAMI
IFG Gelar Research Dissemination 2024, Hadirkan Dosen Sejumlah PT
Sampai 19 November Rupiah Melemah 0,84 Persen dari Bulan Sebelumnya