EmitenNews.com - Sjamsul Nursalim dan Itjih Sjamsul Nursalim belum sepenuhnya bisa tenang. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) sedang menyiapkan gugatan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penghentian penyidikan perkara (SP3) kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap suami-istri tersangka itu. MAKI menyoalkan SP3 yang dikeluarkan untuk tersangka pemberian surat tanda lunas BLBI senilai Rp4,58 triliun itu.

 

Dalam keterangannya kepada pers, yang dikutip Sabtu (3//4/2021), Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, pihaknya akan mengajukan gugat praperadilan melawan KPK untuk membatalkan SP3 perkara korupsi BLBI tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya. Penghentian penyidikan dilakukan terhadap dua tersangka yakni pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan Itjih Sjamsul Nursalim. "MAKI berencana mengajukan gugatan Praperadilan untuk membatalkan SP3 itu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan akan diajukan maksimal akhir April 2021."

 

MAKI menilai langkah KPK mendalilkan SP3 dengan alasan bebasnya Syafrudin Arsyad Temenggung, tidak bisa diterima. Hal ini, kata Boyamin, sungguh sangat tidak benar karena dalam Surat Dakwaan atas Syafrudin Arsyad Temenggung dengan jelas didakwa bersama-sama dengan Dorojatun Koentjoro-Jakti. Jadi, meskipun SAT (Syafrudin Arsyad Temenggung) telah bebas namun masih terdapat penyelenggara negara yaitu Dorojatun Koentjoro-Jakti. "Sangat memprihatinkan KPK telah lupa ingatan atas surat dakwaan yang diajukan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat tahun 2018."

 

Selain itu, menurut Boyamin, putusan bebas Syafrudin Arsyad Temenggung tidak bisa dijadikan dasar SP3 karena Indonesia menganut sistem hukum pidana Kontinental warisan Belanda, yaitu tidak berlakunya sistem yurisprudensi. Artinya, putusan atas seseorang tidak serta merta berlaku bagi orang lain.

 

Boyamin menyatakan, pada tahun 2008 MAKI pernah memenangkan praperadilan atas SP3 melawan Jaksa Agung atas perkara yang sama dugaan korupsi BLBI BDNI. Ia mengatakan, putusan praperadilan tahun 2008 tersebut berbunyi, pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana korupsi. Pertimbangan hakim praperadilan 2008 tersebut, akan dijadikan dasar Praperadilan yang akan diajukan MAKI.

 

Semestinya KPK tetap mengajukan tersangka SN (Sjamsul Nursalim) dan ISN (Itjih Sjamsul Nursalim) ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dengan sistem in absentia (sidang tanpa hadirnya terdakwa) karena senyatanya selama ini Sjamsul Nursalim dan istrinya kabur dan KPK pernah menyematkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) atas kedua tersangka tersebut. MAKI merasa keadilan masyarakat tercederai dikarenakan SP3 diberikan kepada orang yang kabur dan buron.

 

Bagi mantan pimpinan KPK, Bambang Widjojanto, KPK di bawah pimpinan Firli Bahuri belum berbuat yang terbaik untuk menuntaskan kasus BLBI. BW menilai keputusan menerbitkan SP3 itu justru menggadaikan janji pimpinan KPK terdahulu untuk mengusut tuntas kerugian keuangan negara dalam kasus ini. "Ada kerugian negara Rp4,58 triliun akibat tindàkan Sjamsul Nursalim tapi KPK belum lakukan the best thing, bahkan terkesan to do nothing dengan kerugian sebesar itu."

 

Menurut BW, kasus SP3 perdana KPK itu juga menjadi bukti dampak paling buruk dari revisi UU KPK yakni pemberian wewenang untuk menerbitkan SP3. "Secara tidak langsung, SP3 ini bisa muncul sinyalemen, apakah revisi UU KPK salah satu tujuan utamanya adalah untuk 'menutup' kasus BLBI sehingga dapat 'membebaskan' pelaku yang seharusnya bertanggung jawab?." 

 

Tetapi, menurut Komisi Pemberantasan Korupsi, penghentian penyidikan kasus ini sudah sesuai peraturan perundang-undangan. Penghentian penyidikan ini, kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, Kamis (1/4/2021), sebagai bagian adanya kepastian hukum dalam proses penegakan hukum sebagaimana amanat Pasal 5 UU KPK, yaitu 'Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK berasaskan pada asas Kepastian Hukum. "Penghentian penyidikan ini sesuai ketentuan Pasal 40 UU KPK.” ***