EmitenNews.com– PT Mandiri Sekuritas (Mandiri Sekuritas/Perusahaan) memperkirakan pasar modal Indonesia akan kembali melaju dengan estimasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai 6.850 di penghujung tahun 2021. Proyeksi yang mencakup makroekonomi, pasar obligasi, dan pasar saham ini disusun oleh para analis dari tim Research Mandiri Sekuritas sebagai panduan bagi para investor dalam mengambil keputusan investasi di tahun 2021.

Tahun 2021 dinilai akan menjadi titik balik dari pemulihan ekonomi di Indonesia. Optimisme tersebut didorong oleh harapan ketersediaan vaksin Covid-19, peningkatan konsumsi masyarakat, serta reformasi birokrasi melalui implementasi Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law). Pemaparan para analis Research Mandiri Sekuritas kami rangkum ke dalam laporan singkat untuk dapat menjadi referensi media dan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat.

Dalam pemaparannya, Chief Economist Mandiri Sekuritas Leo Putra Rinaldy mengatakan, “Indonesia mengalami masa kontraksi ekonomi di mana produk domestik bruto (PDB) tumbuh negatif sebesar -5,3% pada kuartal-II tahun 2020. Namun, kondisi ini adalah pilihan yang harus diambil karena pemerintah di manapun di dunia harus melakukan pembatasan mobilitas barang dan orang untuk menekan penyebaran pandemi Covid-19.”

Setelah melalui kurva terbawah, perekonomian Indonesia kini mulai memasuki siklus pemulihan dengan tren perbaikan yang terjadi di hampir seluruh sektor pada kuartal-III tahun 2020, terutama sektor teknologi informasi. Pembatasan mobilitas masyarakat dinilai mendorong penggunaan layanan berbasis teknologi, sehingga ke depan transformasi digital akan belangsung lebih cepat. 

Menjelang akhir tahun ini, pemerintah masih akan menghadapi tantangan dalam mengendalikan kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia di mana kenaikan tingkat infeksi sudah mencapai di kisaran 20%. Maka dari itu, dengan perkembangan vaksin yang lebih cepat daripada perkiraan, hal ini menjadi salah satu katalis dalam konteks pengendalian krisis kesehatan.

Menurut Leo, optimisme terhadap perkembangan vaksin telah mendorong reaksi positif dan peningkatan cukup signifikan di pasar finansial, walaupun masih decouple dengan kondisi perbaikan di sektor riil dan dari sisi permintaan. Hal ini disebabkan daya beli masyarakat kelas bawah-menengah dan bawah masih terimbas. Sedangkan, konsumsi kelas atas masih menahan diri dalam melakukan pengeluaran karena kondisi krisis kesehatan. Dan semua situasi tersebut, tentu berimbas terhadap momentum investasi.  

“Dengan demikian, selain pengendalian krisis kesehatan, stimulus fiskal masih akan menjadi motor pertumbuhan ekonomi sampai pertengahan tahun 2021 guna mendukung daya beli konsumsi kelas bawah dan menengah. Faktanya, walaupun tingkat pengangguran hanya meningkat ke 7,1% di bulan Agustus 2020 dari 5,3% di periode yang sama tahun lalu, sebagian pekerja di sektor formal mengalami pengurangan jam kerja atau pindah ke sektor informal. Sedangkan konsumsi kelas atas diperkirakan mulai meningkat seiring dengan vaccine roll out yang direncanakan akan dimulai kuartal II tahun 2021,” kata Leo. 

“Harus diingat bahwa konsumsi masyarakat penting bagi pemulihan ekonomi karena memegang 56% kue ekonomi Indonesia. Maka dari itu, pemulihan ekonomi di Indonesia akan cenderung berbentuk nike-shape recovery dengan ekspektasi pertumbuhan PDB 4,4%. Seluruh motor pertumbuhan ekonomi, seperti investasi, akan mulai berjalan di semester II tahun 2021, sehingga inflasi cenderung akan mengalami normalisasi menjadi sekitar 3% dengan current account deficit (CAD) yang kembali melebar,” lanjutnya.

Walaupun CAD melebar, nilai tukar rupiah diperkirakan tetap stabil seiring dengan masuknya aliran dana asing di portofolio. Hal ini didorong oleh masih menariknya interest rate differential dan melimpahnya global liquidity supply karena masih berlanjutnya quantitative easing. Lebih lanjut, aliran dana langsung (direct investment) juga diperkirakan meningkat seiring dengan implementasi dari kebijakan struktural Omnibus Law.  

“Ke depan, diharapkan pengendalian penyebaran Covid-19 terus berjalan baik, distribusi vaksin tepat waktu, dan stimulus fiskal terlaksana sesuai ekspektasi. Hal-hal itu diharapkan dapat menjaga pemulihan ekonomi nike-shape, bukan K-shape,” tutup Leo.

Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan, “Pasar obligasi tahun ini memberikan kinerja yang sangat bagus di mana performa indeks obligasi meningkat 14,5% sepanjang tahun 2020 hingga pertengahan Desember (year to date). Kinerja tersebut melampaui kinerja saham maupun deposito.”

“Meskipun sudah reli selama tiga tahun berturut-turut dan yield obligasi yang ditawarkan semakin rendah, investasi pasar obligasi di tahun 2021 kemungkinan masih akan memberikan hasil yang positif. Penurunan yield masih bisa berlanjut sehingga investor masih akan mendapatkan potensi capital gain di tahun depan,” ungkap Handy.

Berbeda dengan kondisi tiga tahun sebelumnya, pasar obligasi di Indonesia saat ini cenderung lebih stabil karena didominasi oleh investor lokal, khususnya perbankan yang bisa melakukan investasi sekitar Rp50 triliun setiap bulannya sejak April 2020. Tren ini didorong oleh likuiditas perbankan yang melimpah akibat permintaan kredit yang turun.

“Adapun komposisi investor asing di pasar obligasi saat ini hanya sekitar 26% dari sebelumnya 40%. Gambaran ini memberikan prospek yang positif di mana tingkat ketergantungan pasar obligasi di Indonesia menurun. Meskipun demikian, dalam tiga bulan terakhir, reli di pasar obligasi juga didorong oleh aliran investasi asing yang mulai masuk kembali ke pasar obligasi Indonesia, seiring dengan membaiknya sentimen global dampak dari perkembangan posisitif vaksin dan kebijakan akomodatif dari bank sentral,” kata Handy. 

Handy juga menyoroti partisipasi investor retail yang meningkat di pasar obligasi. Hingga November 2020, nilai investasi investor retail mencapai Rp65 triliun, atau meningkat hampir 8 kali dibandingkan tahun 2019 sebesar Rp8 triliun.

“Tahun depan, pasar obligasi diperkirakan akan tetap memberikan imbal hasil yang positif. Estimasi tersebut dapat dilihat dari tiga indikator utama. Indikator pertama, nilai wajar yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun akan berkisar di angka 5,75%, didorong oleh kebijakan The Fed yang akan menahan suku bunga hingga 2023. Kedua, likuiditas yang masih sangat besar, baik dari global maupun domestik, serta didukung oleh pasar obligasi Indonesia yang atraktif dengan nilai real yield kedua terbesar di bawah Afrika Selatan. Ketiga, dari sisi supply and demand, kami melihat masih manageable seiring dengan likuiditas yang melimpah serta adanya partisipasi Bank Indonesia di pasar perdana melalui skema SKB1,” papar Handy.

Head of Equity Research Mandiri Sekuritas Adrian Joezer mengatakan, “Dengan pemulihan ekonomi dan reformasi kebijakan di Indonesia pada tahun depan, Mandiri Sekuritas menargetkan IHSG akan mencapai 6.850 di akhir tahun 2021.”