EmitenNews.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 Tahun 2024, yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur Melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (POJK SLIK). 

Peraturan ini diterbitkan sebagai bagian dari upaya OJK untuk memperkuat dan mengembangkan sektor jasa keuangan serta infrastruktur pasar keuangan di Indonesia.

Dalam siaran pers yang disampaikan oleh Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Aman Santosa, disebutkan bahwa perubahan kedua POJK SLIK ini mencakup perluasan cakupan pelapor dalam sistem SLIK. Lima entitas baru yang wajib menjadi pelapor SLIK adalah:

  1. Perusahaan Asuransi yang memasarkan produk asuransi kredit dan/atau suretyship.
  2. Perusahaan Asuransi Syariah yang memasarkan produk asuransi pembiayaan syariah dan/atau suretyship syariah.
  3. Perusahaan Penjaminan.
  4. Perusahaan Penjaminan Syariah.
  5. Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI/Fintech Peer to Peer Lending).

Entitas-entitas ini diberi batas waktu maksimal satu tahun sejak POJK SLIK ini diundangkan untuk mulai menjadi pelapor di SLIK.

Sebelum perubahan ini, pihak yang wajib menjadi pelapor SLIK sudah mencakup berbagai lembaga keuangan, termasuk:

  1. Bank Umum.
  2. Bank Perekonomian Rakyat.
  3. Bank Perekonomian Rakyat Syariah.
  4. Lembaga Pembiayaan yang memberikan Fasilitas Penyediaan Dana.
  5. Perusahaan Efek yang menjalankan kegiatan usaha sebagai perantara pedagang efek.
  6. Lembaga Pendanaan Efek.
  7. Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lainnya yang memberikan Fasilitas Penyediaan Dana, termasuk lembaga pembiayaan ekspor, pergadaian, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan perusahaan pembiayaan untuk pengembangan infrastruktur, koperasi, usaha kecil, dan menengah.
  8. LJK lain yang diwajibkan menjadi pelapor sesuai dengan Peraturan OJK.

Dengan adanya penambahan lima entitas baru yang diwajibkan untuk menyampaikan informasi pendukung terkait aktivitas penyediaan dana melalui SLIK, informasi mengenai debitur di Indonesia diharapkan menjadi lebih komprehensif. 

Langkah ini diambil untuk mendukung industri jasa keuangan dalam melakukan manajemen risiko kredit atau pembiayaan, serta risiko asuransi atau penjaminan. Selain itu, peraturan ini juga bertujuan untuk memperkuat pelaksanaan kegiatan usaha di lembaga jasa keuangan (LJK).

Aman Santosa menambahkan bahwa dengan cakupan pelapor yang lebih luas, industri keuangan akan memiliki akses informasi yang lebih lengkap dan akurat mengenai debitur. Hal ini akan membantu LJK dalam membuat keputusan yang lebih tepat terkait pemberian fasilitas penyediaan dana, serta pengelolaan risiko lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha mereka.

Peraturan baru ini juga mencerminkan komitmen OJK dalam memastikan bahwa sistem layanan informasi keuangan di Indonesia terus berkembang sejalan dengan kebutuhan industri dan dinamika pasar. Dengan demikian, diharapkan industri jasa keuangan di Indonesia dapat semakin kuat dan kompetitif, serta memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional.