EmitenNews.com - Upaya pemerintah melakukan transisi ke energi bersih diharapkan jadi sinyal bagi seluruh pihak untuk mulai berinovasi dan beradaptasi ke metode maupun teknologi ramah lingkungan. Hal yang lebih penting lagi adalah untuk memperkuat ketahanan energi (energy security) di Indonesia.


Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengapresiasi sektor keuangan yang sudah berperan penting dalam memobilisasi pembiayaan transisi ekonomi hijau. "Contohnya melalui pembiayaan inovatif serta pembiayaan campuran, obligasi hijau, dan sukuk hijau," kata Airlangga dalam Seminar Nasional bertajuk “Sustaining Indonesia Energy Security and Accomplishing Net-Zero Emissions through Petroleum Engineering Technology & Education” Sabtu (27/11).


Menko Perekonomian mengatakan penyediaan pendanaan iklim dengan mitra negara-negara maju merupakan game changer dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di negara-negara berkembang. Terkait dengan itu komitmen pendanaan dari negara-negara maju sebesar USD100 milyar per tahun yang seharusnya sudah dimulai sejak 2020, pada kesempatan di COP-26 di Glasgow kembali dipertegas.


"Dan tentu kita berharap kali ini akan terealisasi dalam bentuk aksi, tidak hanya narasi. Dengan begitu, Indonesia akan dapat berkontribusi lebih cepat bagi pengurangan emisi dunia, yaitu dengan mencapai net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat,” teganya.


Airlangga mengingatkan perubahan iklim merupakan ancaman besar bagi kehidupan dan pembangunan global dimana salah satu pemicunya adalah emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Untuk itu, sekaligus dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, Indonesia melakukan transisi ekonomi hijau yang memprioritaskan pembangunan rendah karbon yang inklusif dan berkeadilan.


Untuk memuluskan transisi tersebut, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK pada tahun 2030 sebesar 29% dengan kondisi business as usual dan apabila berkolaborasi dengan dunia internasional dapat ditingkatkan menjadi 41%.


Selanjutnya, guna mencapai komitmen tersebut, Pemerintah telah merencanakan dan mulai mengimplementasikan beberapa langkah strategis pada beberapa sektor kritikal perubahan iklim, yaitu sektor Forestry and Other Land Uses (FOLU), energi, pertanian, pengolahan limbah, serta Industrial Process And Product Uses (IPPU).


Saat ini, upaya terbesar yang dilakukan oleh Pemerintah berada di sektor kehutanan dan guna lahan atau dikenal dengan Forestry and Other Land Uses dan sektor energi.


“Kedua sektor tersebut merupakan kontributor emisi GRK terbesar di Indonesia saat ini, dengan sektor FOLU yang menghasilkan sekitar 60%, dan sektor energi menghasilkan 36%,” ujarnya.


Pada sektor FOLU, Indonesia telah berhasil mengendalian kebakaran lahan dan hutan yang turun hingga 82 persen di tahun 2020. Indonesia juga telah memulai rehabilitasi hutan mangrove dengan target seluas 600 ribu hektare sampai di 2024, yang merupakan terluas di dunia. Saat ini, Indonesia berambisi menjadikan sektor FOLU sebagai carbon net sink di 2030, sehingga terjadi netralitas karbon di sektor tersebut.


Pada sektor energi, Indonesia juga terus melangkah maju. Beberapa upaya yang dilakukan diantaranya melalui pemanfaatan energi baru terbarukan, termasuk pengembangan biofuel, pembangunan pembangkit listrik tenaga surya yang direncanakan sebagai yang terbesar di Asia Tenggara, pengembangan ekosistem mobil listrik, serta pengembangan industri berbasis clean energy.


Target terdekat yang saat ini menjadi fokus Pemerintah adalah peningkatan bauran energi EBT dari yang saat ini sekitar 11% menjadi 23% di tahun 2025.(fj)