EmitenNews.com – Tidak ada yang salah dalam transaksi perdagangan di Pasar Muamalah, Depok, Jawa Barat, yang diinisiasi Zaim Saidi. Ketua DPP PKS Bukhori Yusuf mengatakan, jual beli dengan koin dinar dan dirham di pasar itu, tidaklah melanggar. Ia menganggap aktivitas itu seperti jual beli emas biasa, seperti dilakukan PT Aneka Tambang (Antam). Jadi, bukan sebagai mata uang. “Apa yang dilakukan Pasar Muamalah bukan menjadikan dinar dan dirham sebagai mata uang, tetapi tak ubahnya seperti jual beli emas, seperti Antam. Jadi sistemnya barter emas dengan perak atau sebaliknya. Jika demikian halnya, tidak ada aturan regulasi apalagi UU yang dilanggar,” kata Ketua DPP PKS Bukhori Yusuf kepada wartawan, Rabu (3/2/2021). Dalam penggunaan dinar dan dirham, warga membeli dengan rupiah. Artinya, urai Bukhori, transaksi jual-beli di Pasar Muamalah bukan bertujuan mengganti mata uang rupiah menjadi dinar dan dirham. “Dibelinya dengan rupiah kan. Tidak ada undang-undang yang dilanggar. Kecuali jika dinar-dirham menjadi mata uang. Jadi, dari situ tidak ada delik pidana yang dilanggar.” Dengan pemahaman seperti itu, Bukhori melihat ada upaya lain di balik penangkapan pendiri Pasar Muamalah Depok Zaim Saidi itu. Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PKS itu, menilai, ada yang tidak menginginkan masyarakat Indonesia memiliki emas. Padahal, bagi politikus PKS itu, dasar kepemilikan dinar dan dirham tidak lain sebagai bentuk kekayaan. “Saya khawatir ada pihak-pihak yang tidak menginginkan masyarakat Indonesia memiliki emas banyak sebagai kekayaan tetap dan dapat menjadi pertahanan ekonomi dalam negeri yang kokoh,” tuturnya. Seperti sudah ditulis, pendiri dan penggagas Pasar Muamalah Zaim Saidi memperkenalkan dinar dan dirham sebagai alat tukar. Pengamat kebijakan publik ini kerap menjadi pembicara di berbagai tempat untuk memperkenalkan dinar dirham sebagai alat tukar. Menurut mantan anggota Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) ini, pasar muamalah tidak melanggar undang-undang karena tidak menggunakan mata uang dinar dan dirham seperti yang dipergunakan di negara-negara Timur Tengah. Namun pihak kepolisian memiliki pemahaman lain. Karena itu, Selasa (2/2/2021), aparat Bareskrim Polri menangkap Zaim Saidi. Penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, menangkap mantan anggota Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) itu, karena diduga melakukan pelanggaran tentang mata uang. Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Polisi Ahmad Ramadhan mengatakan, tersangka Zaim Saidi diduga melanggar Pasal 9 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda Rp200 juta. ***