EmitenNews.com - Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) menggulirkan program 3 juta rumah per tahun. Realisasi program tersebut membangkitkan optimisme publik. Alasannya, dana ratusan triliun dari proyek strategis itu siap mengucur, menggerakkan sektor riil, dan pada akhirnya mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Tidak kalah penting dari program itu, masyarakat akan mempunyai banyak kesempatan untuk punya rumah layak. Mengacu ke peta jalan gagasan tim satgas perumahan, ada 3 juta rumah disiapkan setiap tahun. Sebanyak 1 juta unit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) perkotaan, dan 2 juta unit untuk masyarakat pedesaan. 

"Program prioritas Pak Prabowo pengentasan kemiskinan. Salah satu instrumen yaitu mengandalkan sektor perumahan. Efek berantai proyek tersebut akan menggerakkan sektor riil, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan perputaran uang daerah,” tutur Bonny Z. Minang, anggota tim satgas perumahan diketuai Hashim Djojohadikusumo. 

Berapa potensi dana bakal bergulir? Estimasi sejauh ini, menurut kajian internal Bank BTN, rumah subsidi di perkotaan memiliki nilai jual rata rata Rp200 juta dan rumah pedesaan di kisaran Rp75 juta hingga Rp100 juta. Nah, kalau program 3 juta rumah terserap maksimal, volume transaksi bisa mencapai sekitar Rp400 triliun per tahun. Itu estimasi minimal karena harga jual hunian tiap daerah tidak selalu sama. 

Dana sebesar itu bakal mengalir ke para pengembang, terutama para pengembang kelas menengah kecil yang akan membangun hunian layak untuk MBR di pedesaan. Tim Satgas juga berkali-kali menegaskan, pembangunan rumah subsidi pedesaan akan diserahkan ke para pengembang lokal, bukan kelas konglomerat. Tujuannya agar terjadi pemerataan, dan memperbanyak aliran modal ke daerah. 

Pembangunan hunian layak di kota maupun desa, akan menjadi penggerak ekonomi sekitarnya. Menurut kalkulasi tim kajian BTN, proyek properti akan memberi multiplier effect ke 183 sub sektor usaha lainnya. Mulai dari sektor paling hulu seperti produsen semen, batu bata, rangka baja atau rantai pasok paling hilir seperti toko bangunan, pemasok tukang, dan pelaku UMKM penyangga kebutuhan proyek. 

Kalau Menteri Perumahan pilihan Presiden Prabowo bisa bergerak cepat, target pertumbuhan ekonomi 8 persen bakal mendapat sokongan signifikan dari sektor properti, dan ekosistemnya. Tapi, Bonny menegaskan, proyek strategis itu, akan berjalan optimal apabila mendapat dukungan penuh dari sektor perbankan, dan pelaku usaha lainnya. 

Bagaimanapun, dana belanja pemerintah (APBN) ada batasnya sementara proyek ini butuh modal kerja untuk pengadaan rumah (supply), dan pembiayaan rumah bersubsidi di sisi konsumen (demand). 

Direktur Utama BTN Nixon L.P Napitupulu menyatakan siap mendukung Program Tiga Juta Rumah per tahun karena perseroan memiliki kapabilitas sebagai pemimpin pasar KPR nasional, serta pengalaman sebelumnya mendukung Program Sejuta Rumah selama lima tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo. BTN telah memiliki pangsa pasar lebih dari 80 persen dari sekitar 300-400 ribu unit KPR subsidi per tahun.

Nah, dari sisi pendanaan, BTN juga siap untuk mencari sumber dana dari dalam negeri maupun luar negeri, termasuk dengan mendorong sekuritisasi aset KPR, sehingga tersedia dana murah secara jangka panjang.“BTN mendukung di sisi supply dengan cara memberi pendanaan kepada developer berupa kredit konstruksi, baik untuk landed house (rumah tapak) maupun high rise (rumah vertikal). Selama ini, pemberian kredit itu, sudah berjalan, sehingga bukan hal baru bagi BTN,” kata Nixon. 

Skema subsidi KPR diajukan BTN untuk pemerintahan baru dibagi menjadi tiga jenis, yakni Subsidi Angsuran, Subsidi Selisih Bunga, dan Premi Asuransi. Keseluruhan sumber dana atau insentifnya berasal dari dana belanja Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN), baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun dana lainnya.

Subsidi angsuran untuk masyarakat miskin atau pra-sejahtera dengan kisaran penghasilan hingga maksimal Rp3,1 juta, dengan tujuan mengentaskan kemiskinan di desa. Untuk subsidi selisih bunga, penerimanya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), yakni berpenghasilan antara Rp3,1 juta hingga Rp8 juta. Dalam jenis subsidi ini, program pembiayaan bisa berbentuk KPR, Kredit Bangun Rumah, dan Kredit Renovasi Rumah.

Sementara Subsidi Premi Asuransi dengan target penerima masyarakat berpenghasilan tanggung (MBT), yakni memiliki penghasilan lebih dari Rp8 juta. MBT dapat menerima subsidi melalui premi asuransi untuk KPR yang diajukan. “Saat ini belum diputuskan skema mana akan diambil pemerintahan baru. Namun, BTN terus berdiskusi dengan Satgas Perumahan,” tegasnya. (*)