EmitenNews.com - Keberadaan minyak dan gas bumi (migas) masih dipandang sebagai sumber energi vital. Sumbangsih sektor ini tak main-main. Selama 2023, pundi-pundi kas negara bertambah Rp230,4 miliar lewat Badan Layanan Umum (BLU) Migas.


"Istimewanya, besaran ini tertinggi dalam 14 tahun terakhir," ungkap Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji di Jakarta, Selasa (16/1). Sementara dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menyumbang Rp117 triliun atau 113% dari target. Namun angka ini lebih rendah dari tahun 2022 yang sebesar Rp148 triliun atau 21,3%,.


Susutnya perolehan PNBP mengikuti pola harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP). Begitu komoditas minyak mentah dunia anjlok, ICP jeblok ke level USD78,43 per barel. Jauh dibandingkan tahun sebelumnya, menyentuh angka USD97,03 per barel.


Adanya konflik geopolitik secara kuat menekan pergerakan harga minyak dunia. "Permasalahan Rusia-Ukraina dan Palestina-Israel sampai sekarang terus terjadi dan mungkin berkembang lebih besar," kata Tutuka.


Menariknya, nilai investasi migas justru meroket. Secara keseluruhan naik 12% atau USD15,6 miliar masuk ke kantong negara. Rinciannya, USD13,72 miliar bersumber dari sisi hulu dan USD1,88 dari hilir. Bila diliat lebih dalam, investasi hulu migas lebih 5% dari Long Term Plan serta mengungguli tren investasi Exploration & Production (E&P) Global sekitar 6,5%.


Tak salah bila Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mematok angka investasi lebih tinggi sebesar USD17,7 miliar di tahun 2024. "Kita cukup optimis dunia tertarik dengan (migas) Indonesia," jelas Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto pada Jumat (12/1).


Memang produksi siap jual atau lifting migas di Indonesia belum mampu menutup kebutuhan tinggi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri. Lifting minyak bumi di tahun 2023 tertahan di angka 605,5 million barrels oil per day (mbopd).


Penurunan ini alamiah terjadi menyusul belum ada penemuan sumber-sumber baru. Kendati demikian, tingkat penurunan produksi (decline rate) minyak berkurang menjadi hanya 1,2%. Sepanjang tahun 2023, decline rate dari produktivitas eksploitasi jauh membaik ketimbang tujuh tahun terakhir dimana berkisar antara 3-7%.


Berbagai metode seperti enhanching oil recovery (EOR), water flood, hingga chemical didorong demi menggenjot produksi. Malahan pada kuartal pertama tahun 2024, pemerintah sudah menyiapkan program dan strategi khusus. "Programnya sudah ada dan tinggal di-launching saja," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada Senin (15/1).


Lifting gas juga jadi perhatian. Capaian lifting gas berada di angka 960 million barrels oil equivalent per day (mboepd). Meleset dari target yang ditetapkan, yaitu 1.110 mboepd. Namun beroperasinya Train Tangguh 3 sedikit memberi nafas. Proyek dengan nilai investasi USD4,83 miliar ini bisa mengatrol total produksi Tangguh LNG jadi 11,4 juta ton atau 35% dari total produksi gas nasional. Kondisi ini menyebabkan adanya kenaikan produksi (inclane gas) sebesar 2,2%.(*)