EmitenNews.com - Pada pertemuan pertama Finance Ministers dan Central Bank Governors (FMCBG) G20 bulan Februari 2022 lalu, dua pilar prinsip perpajakan internasional mengenai perpajakan di sektor digital dan global minimum taxation telah disepakati dan akan dilaksanakan pada tahun 2023.


Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara dalam Global Tax Policy Webinar yang diselenggarakan oleh Harvard Kennedy School - Irish Tax Institute mengatakan bahwa Indonesia siap menantikan implementasi kedua pilar tersebut.


“Kami sangat ingin melihat dampak dari pilar satu terhadap implementasi di Indonesia," kata Wamenkeu, Rabu (18/05).


Di sisi lain, pilar dua bertujuan untuk mengatasi base erosion and profit shifting (BEPS), 15 persen pajak minimum global untuk meminimalkan risiko BEPS. "Ini untuk memastikan bahwa perusahaan multinasional dengan omset global dalam jumlah tertentu akan membayar pajak minimal 15 persen dimanapun mereka beroperasi,” jelasnya.


Menurut Suahasil pilar kedua ini sangat penting bagi Indonesia, karena sebagai negara berkembang Indonesia merupakan salah satu sasaran investasi global. Banyak negara berkembang biasanya bersaing untuk bisa mendapatkan investasi atau modal global.


Namun, terkadang kompetisi semacam ini berakhir dengan kebijakan di masing-masing negara untuk berlomba-lomba menurunkan tarif pajak ke bawah sehingga bisa lebih rendah bagi investor.


“Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang sangat besar dan situasi geografis yang sangat besar. Kami membutuhkan pendanaan, kami membutuhkan mobilisasi sumber daya domestik, sehingga berlomba-lomba untuk menurunkan tarif pajak ke bawah bukanlah hal yang baik bagi siapapun," tambah Wamenkeu.


Jadi pilar dua sangat penting bagi Indonesia, dan karenanya Indonesia menyambut pajak minimum global sebesar 15 persen sebagai cara untuk memastikan bahwa hal ini akan cukup untuk memobilisasi sumber daya domestik serta modal dari global.


Salah satu tantangan bagi Indonesia saat ini adalah adanya sejumlah insentif pajak yang telah ditawarkan Indonesia kepada modal global. Maka dari itu, diperlukan suatu transisi agar pelaksanaan pilar dua bisa dipatuhi dan dilaksanakan dengan baik.(fj)