EmitenNews.com - Pola pikir (mindset) investor menanamkan dana di berbagai instrumen investasi harus dibongkar. Investor harus meletakkan kesadaran kalau berinvestasi ada pasang surutnya. Bukan meraup untung dalam sekejap.


”Misal, saat kita berinvestasi di saham, pasti harganya akan mengalami turun dan naik. Sebagai investor, hal itu lumrah. Berbeda jika sebagai trader yang memang mengejar keuntungan dalam waktu singkat,” tutur Vier Abdul Jamal, praktisi pasar modal ketika ditanya wartawan, Rabu (30/3).


Dia menambahkan, saat seseorang membeli saham, ada potensi mendapat keuntungan kenaikan harga (capital gain) atau dividen bersumber dari laba bersih perseroan. Saat membeli instrumen investasi, sang investor sedang membeli peluang, dan risiko. Peluang mendapat keuntungan, sekaligus memikul risiko kerugian. ”Karena itu, harus mampu mengelola risiko yang ada,” imbuh Vier.


Menurut Vier, seorang investor harus memiliki horizon investment period. Misal, untuk jangka menengah, tiga hingga lima tahun. Lalu, untuk jangka panjang, bisa mencapai 20 tahun. 


“Tidak ada yang instan, bukan beli sekarang, lalu untung. Kalau begitu, namanya trader. Mau untung besar dalam sekejap, risikonya juga besar. Mari rombak mindset kita. Kita harus punya horizon investment period,” saran Vier.


Terkait risiko, tambah dia, ketika harga saham atau instrumen investasi lainnya seperti aset kripto sedang turun, bukan serta merta investor merugi. ”Betul ada floating loss, namun belum ada kerugian riil. Itu menjadi berbeda, ketika harga turun, lalu instrumen investasi yang dimilikinya dilepas, saat itulah sang investor bisa merugi,” tegas Vier.


Harga instrumen investasi fluktuatif. Ada masanya naik, ada kala turun. Di posisi inilah pentingnya sang investor memiliki kemampuan mengelola risiko, termasuk saat berinvestasi di aset kripto. Seorang investor yang hendak membeli aset kripto perlu memperhatikan alasan kenapa masuk instrumen itu. Alasan investasi atau investment driver, biasanya, capital gain atau dividen. Kalau di aset kripto, pasti capital gain. Tinggal bagaimana si investor mengelola risiko. 


”Untuk mengelola risiko, batasi imajinasimu yang tidak pernah terbatas. Uang seperti air laut, makin diminum seseorang makin haus. Kita yang mengontrol portofolio investasi, bukan sebaliknya,” ulas Vier.


Terkait investasi di aset kripto, dia melihat potensi besar sekali di Indonesia. Dalam lima tahun ke depan, jumlah investor kripto bisa tumbuh 100 persen. Berdasar data Bappebti, per Februari 2022, investor aset kripto terdaftar 12,4 juta. Nah, dari sisi nilai transaksi aset kripto mencapai Rp83,8 triliun. (*)