EmitenNews.com - Untuk menjaga perekonomian nasional dan daya beli masyarakat miskin pemerintah menaikkan anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 lebih dari 3 kali lipat, dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun.


Namun Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menyebut angka ini tidak cukup hingga akhir tahun karena kenaikan harga internasional dan konsumsi yang melonjak karena meningkatnya aktivitas masyarakat.


“Untuk pertalite kita hanya anggarkan 23 juta kiloliter. Estimasi saat ini 23 kiloliter itu habis Oktober besok. Begitu juga untuk solar. Kalau masih tetap kita ingin melakukan subsidi, maka yang habis di bulan Oktober harus kita tambahin supaya bisa sampai ke bulan Desember Rp195 triliun lagi,” ujar Wamenkeu dalam kuliah umum di UPN Veteran Jakarta, Sabtu (03/09).


Melihat kondisi tersebut, Wamenkeu menilai anggaran subsidi dan kompensasi akan jauh lebih bermanfaat apabila dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan di berbagai sektor yang dibutuhkan masyarakat kelas bawah dan untuk kegiatan produktif.


“Rp502 triliun kalau pakai bangun rumah sakit dapat 3.000, bangun sekolah dasar dapat 227.000, atau dapat 41.000 puskesmas. Atau kalau dipakai untuk jalan tol dapat 3.500 km jalan tol,” kata Wamenkeu.


Lebih lanjut, Wamenkeu menyampaikan di tengah pemulihan ekonomi dari pandemi yang saat ini masih berlangsung, seluruh negara di dunia harus menghadapi dampak eskalasi geopolitik yang memicu kenaikan harga komoditas energi dan pangan dunia.


“Kita tidak prediksi dari tahun-tahun lalu adalah bulan Februari kemarin Presiden Putin menyerang Ukraina, kemudian itu mengubah seluruh tatanan dunia ini. Satu tatanan dunia yang langsung berubah drastis adalah harga-harga internasional. Harga internasional itu kemudian langsung naik dengan sangat cepat. Dan kemudian ketika naik, dia berfluktuasi,” ujar Wamenkeu.


Terkait harga energi, Wamenkeu menjelaskan bahwa Indonesia berbeda dengan negara-negara lain karena harga energi paling dasar ditentukan oleh pemerintah, seperti solar, pertalite, elpiji 3 kg, dan listrik di bawah 3.500 VA.


“Harga pertalite bergerak enggak? Enggak bergerak. Tapi kalau harga pertalite itu tidak bergerak, apakah berarti ggak kena harga internasional? Enggak, bukan berarti begitu. Pertamina yang memproduksi pertalite akan menagihkan kepada pemerintah. Pertamina selalu hitung berapa sebenarnya harga saat ini dan kalau harga sebenarnya saat ini dikurangi dengan harga yang betul-betul dibayar oleh masyarakat di pom bensin, selisihnya itu ditagih kepada pemerintah. Oleh pemerintah, itu ditaruh sebagai subsidi dan kompensasi,” jelas Wamenkeu.