Belanja Wajib Perlinsos Diperuntukkan Ojek, UMK, Nelayan dan Subsidi Transportasi
EmitenNews.com - Penanganan dampak inflasi akibat dari kenaikan harga BBM bersubsidi yang diumumkan pada 3 September 2022 lalu mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah (Pemda) dengan adanya penganggaran untuk belanja perlindungan sosial dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2022. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden agar APBN dapat melindungi masyarakat kurang mampu dan agar penggunaan subsidi menjadi lebih tepat sasaran.
Pemerintah juga memberikan bantalan yang dilakukan oleh daerah, melalui earmarking Dana Transfer Umum (Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil). Pemda diberikan kewenangan untuk membuat program. "Sehingga dampak dari inflasi tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat,” ungkap Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (Dirjen PK) Astera Primanto Bhakti.
Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022 yang diterbitkan oleh pemerintah, maka Pemda berkontribusi memberikan dukungannya berupa penganggaran belanja wajib perlindungan sosial untuk periode Oktober sampai dengan Desember 2022 sebesar 2% dari Dana Transfer Umum (DTU) diluar Dana Bagi Hasil (DBH) yang ditentukan penggunaannya.
Namun, belanja wajib perlindungan sosial tidak termasuk belanja wajib 25% dari DTU yang telah dianggarkan pada APBD Tahun Anggaran 2022. Adapun belanja wajib tersebut dipergunakan untuk memberikan bantuan sosial kepada ojek, UMKM, dan nelayan, memberikan subsidi pada sektor transportasi, serta menciptakan lapangan kerja.
Selain itu, daerah juga wajib menyampaikan laporan yang sekaligus menjadi persyaratan penyaluran DAU dan DBH PPh Pasal 25/29 (bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU) kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, yang terdiri dari: (i) laporan penganggaran belanja wajib, paling lambat pada tanggal 15 September 2022, (ii) laporan realisasi belanja wajib, setiap tanggal 15 pada bulan berikutnya, dan (iii) laporan disampaikan dalam bentuk PDF melalui e-mail resmi DJPK.
Adapun ketentuan penyampaian laporan dimaksud, diatur sebagai berikut:
(i) laporan penganggaran dokumen persyaratan penyaluran DAU bulan Oktober 2022 atau penyaluran DBH PPh Pasal 25/29 triwulan III bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU,
(ii) laporan realisasi menjadi dokumen persyaratan penyaluran DAU bulan berikutnya atau penyaluran DBH PPh Pasal 25/29 triwulan IV bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU,
(iii) terhadap Daerah yang mengalami penundaan penyaluran DAU atau DBH sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2, disalurkan setelah dokumen persyaratan disampaikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,
(iv) dalam hal sampai dengan 15 Desember tahun berjalan dokumen persyaratan penyaluran belum diterima, penyaluran kembali DTU yang belum disalurkan dilaksanakan secara sekaligus sebesar DTU yang belum disalurkan paling lambat 2 (dua) hari kerja terakhir di bulan Desember tahun berjalan.
Dengan begitu, lanjut Astera, efektivitas pelaksanaan bantuan sosial sangat diperlukan. Maka, pengelolaan dan pemantauan atas pelaksanaan belanja wajib dilaksanakan oleh Kepala Daerah dan diawasi pelaporannya oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah Daerah agar manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat yang terdampak inflasi.(fj)
Related News
Pascapemilu, Investor Global Kembali Pindahkan Portofolionya ke AS
Belum Berhenti, Harga Emas Antam Naik Lagi Rp12.000 per Gram
Mobil Baru Mahal,Gaikindo Ungkap Yang Bekas Penjualannya Meningkat
Distribusi Reksa Dana MONI II Kelas Income 2, Bank DBS Kolaborasi MAMI
IFG Gelar Research Dissemination 2024, Hadirkan Dosen Sejumlah PT
Sampai 19 November Rupiah Melemah 0,84 Persen dari Bulan Sebelumnya