Benarkah Analisis Fundamental Sudah Mati?
ilustrasi bullish vs bearish. Dok/EmitenNews
EmitenNews.com -Dalam beberapa tahun terakhir, Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan fenomena yang mengundang tanda tanya besar di kalangan investor. Saham-saham bluechip yang umumnya memiliki fundamental kuat, dianggap sebagai pilihan investasi jangka panjang mengalami penurunan yang signifikan. Sebaliknya, saham-saham gorengan yang memiliki fundamental lemah justru menunjukkan peningkatan harga yang tajam.
Fenomena ini memicu perdebatan mengenai relevansi analisis fundamental dalam menentukan keputusan investasi. Apakah benar analisis fundamental sudah mati? Atau ini hanya fase sementara dalam dinamika pasar saham?
Analisis fundamental merupakan metode evaluasi yang dilakukan dengan memeriksa kesehatan keuangan perusahaan, laporan keuangan, manajemen, serta kondisi ekonomi makro yang mempengaruhi bisnis tersebut. Analisis fundamental juga menggunakan metode valuasi relatif seperti Price to Earnings Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV) untuk menilai apakah harga saham sudah mencerminkan kondisi keuangan perusahaan. Analisis ini juga membandingkan kinerja historis dan sektoral untuk mengidentifikasi potensi pertumbuhan. Hal lain yang menjadi penilaian analisis fundamental adalah pertumbuhan pendapatan, profitabilitas, arus kas, dan posisi utang perusahaan.
Tentunya dari penjelasan di atas, analisis fundamental sangat penting bagi seorang investor saham. Mengabaikan analisis fundamental sama halnya dengan menganggap saham sebagai barang kosong tanpa underlying asset. Bisa dibayangkan sebuah perusahaan yang hanya memiliki laba Rp 5 miliar tetapi memiliki kapitalisasi pasar Rp 50 Triliun. Jika investor terus membeli saham tersebut hanya karena harganya terus naik, maka nilai pasar saham tersebut menjadi tidak realistis dan rentan terhadap koreksi tajam.
Menjadi pertanyaan berikutnya, kenapa saham dengan fundamental kuat malah mengalami penurunan harga?
Saham yang memiliki fundamental kuat tidak selalu langsung naik secara otomatis karena harga saham di pasar modal dipengaruhi oleh berbagai faktor selain fundamental perusahaan. Seperti kita ketahui, harga saham ditentukan oleh permintaan dan penawaran di pasar saham. Jika minat beli rendah meskipun fundamental perusahaan baik, harga saham bisa tetap stagnan atau bahkan turun.
Faktor sentimen pasar seperti kondisi ekonomi, politik, dan global juga mempengaruhi naik turunnya harga saham. Tentunya ketidakpastian seperti inflasi, suku bunga, atau ketegangan geopolitik sering membuat investor bersikap hati-hati dalam membeli sebuah saham.
Pasar saham bisa juga dipengaruhi oleh aksi spekulasi, rumor, atau bahkan manipulasi harga oleh investor besar. Itulah sebabnya pergerakan saham dengan fundamental kuat lebih lambat bergeraknya dibandingkan saham yang mudah digerakkan oleh sentimen pasar seperti saham gorengan.
Selain itu, terkadang butuh waktu bagi investor untuk mengenali dan memperhitungkan nilai intrinsik suatu perusahaan yang memiliki fundamental kuat. Investor mungkin menunggu katalis tertentu sebelum membeli saham tersebut, seperti laporan laba, dividen, atau pengumuman kerja sama strategis. Mungkin ini juga sebabnya banyak investor ritel melirik saham yang menjanjikan ‘keuntungan cepat’, sehingga saham dengan fundamental kuat tidak menarik perhatian dalam jangka pendek.
Saham gorengan—saham dengan fundamental yang lemah seringkali menawarkan keuntungan ratusan persen dalam waktu singkat dikarenakan mudah untuk dimanipulasi harganya. Lonjakan ini dipengaruhi berbagai faktor, seperti: spekulasi dan Fear of Missing Out (FOMO), manipulasi pasar oleh bandar, maupun dikarenakan penyebaran rumor di media sosial dan komunitas online yang menyesatkan.
Menjawab pertanyaan apakah benar analisis fundamental sudah mati? Tentu saja tidak. Meskipun analisis fundamental tampak terpinggirkan dalam tren pasar saat ini, tidak berarti metode ini kuno maupun ketinggalan zaman. Justru yang ada, fenomena ini menjadi pengingat bahwa disiplin dan kehati-hatian dalam berinvestasi sangatlah penting.
Saham-saham yang memiliki fundamental yang kuat sudah terbukti mampu bertahan dalam krisis ekonomi. Saat pasar saham kembali stabil, saham-saham dengan fundamental yang kuat cenderung pulih lebih cepat dibandingkan saham berfundamental buruk. Maka tidak mengherankan, investor yang tertarik dengan saham gorengan akhirnya terjebak dalam kerugian besar.
Dalam jangka panjang, analisis fundamental tetap menjadi alat yang efektif untuk menilai risiko dan potensi pertumbuhan perusahaan.
Momentum dan siklus pasar saham memang bisa menyebabkan saham-saham tertentu naik atau turun secara tidak rasional. Namun, dalam jangka panjang, harga saham cenderung mencerminkan nilai intrinsiknya. Oleh karena itu, investor yang menggabungkan analisis fundamental dengan pemahaman siklus pasar saham akan lebih siap menghadapi volatilitas.
Perlu diingat bahwa analisis fundamental tidak hanya membantu mengidentifikasi saham undervalued tetapi juga mencegah investor terjebak dalam gelembung spekulatif. Dengan demikian, meskipun tren pasar saat ini tampak mengabaikan fundamental, strategi ini tetap menjadi dasar yang solid untuk investasi yang berkelanjutan.
Fenomena meningkatnya harga saham gorengan dan melemahnya saham-saham berfundamental kuat di IHSG menyoroti perubahan dinamika pasar modal Indonesia. Meskipun analisis fundamental tampak kurang relevan dalam jangka pendek, namun prinsip-prinsipnya tetap menjadi landasan bagi keputusan investasi yang berkelanjutan dan lebih stabil. Investor perlu menyadari risiko yang melekat pada saham dengan fundamental buruk dan menjaga portofolio mereka dengan keseimbangan antara spekulasi dan investasi berbasis fundamental.
Analisis fundamental tidak mati, ia hanya beradaptasi dalam ekosistem yang terus berkembang. Investor cerdas adalah mereka yang mampu memanfaatkan informasi terbaru tanpa melupakan prinsip dasar investasi yang telah teruji waktu ke waktu.
Related News
K-CASH: Investasi Lebih Mudah dan Aman?
Tuyul Saham Mengubah Portofolio Saham Blue Chip Jadi Gorengan
Donald Trump Kembali Jadi Presiden AS dan Dampaknya Pada IHSG
Ibu Cerdas dan Investasi Bijak Kunci Masa Depan Keluarga Sejahtera
Mengapa Harga Saham Sudah Murah, IHSG Masih Loyo?
PPN Naik 12 Persen, Bagaimana Efek pada Daya Beli dan Harga Barang?