EmitenNews.com - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengatakan pandemi Covid-19 telah meninggalkan efek luka memar (scarring effect) yang dalam pada perekonomian dunia, termasuk Indonesia.


Untuk memulihkan luka tersebut menurutnya perlu kebijakan yang dikalibrasi, direncanakan dan dikomunikasikan dengan baik oleh setiap negara. "Khususnya dalam mendorong produktivitas dan investasi, bersama dengan strategi di bidang ketenagakerjaan dan realokasi modal," kata Gubernur BI pada seminar isu strategis G20 bertema “Exit Strategy and Scarring Effects Post Covid-19" (17/2).


Perhelatan ini merupakan hari keempat rangkaian side events pertemuan kedua tingkat Deputi Kementerian Keuangan dan Bank Sentral dan pertemuan pertama tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Presidensi G20, yang berlangsung mulai tanggal 14 sd. 19 Februari 2022 di Jakarta.


Lebih lanjut, Perry Warjiyo juga menyampaikan strategi untuk mengantisipasi kebijakan normalisasi dan efek luka memar.


Untuk dampak normalisasi, negara berkembang perlu memperkuat daya tahan (resilience) dalam menghadapi dampak proses normalisasi sehingga pemulihan ekonomi dan stabilitas tetap terjaga. Selain itu, kerjasama antarnegara juga perlu diperkuat antara melalui Bilateral Currencey Swapt Arrangement (BCSA), dan penggunaan Local Currency Settlement (LCS) secara lebih luas untuk mendukung promosi perdagangan dan investasi.


Strategi terkait scarring effect mendorong adanya langkah-langkah yang sinergis dan kolaboratif peran seluruh pihak.


Dari sisi korporasi, kontribusi peran dilakukan melalui penguatan strategi bisnis dan perbankan melalui partisipasi kredit/pembiayaan ke sektor riil. Sementara peran lembaga-lembaga yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) ditempuh melalui kebijakan yang mendorong kredit pembiayaan untuk sektor prioritas.


Adapun peran dari sisi pemerintah melalui program reformasi struktural dalam menyediakan iklim investasi yang kondusif, tata niaga, perpajakan, infrastruktur, digitalisasi keuangan dan implementasi UU Cipta Kerja.


Terkait ini, Bank Indonesia telah melakukan reformasi struktural di pasar keuangan, pendalaman pasar keuangan, digitalisasi sistem pembayaran, dan mendukung upaya pembiayaan bagi ekonomi untuk meredam scarring effect tersebut.


Senada dengan hal tersebut, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung, menambahkan, ketidakpastian global seperti inflasi yang tinggi di sejumlah negara memengaruhi normalisasi yang dilakukan negara maju. Dengan demikian, diperlukan kebijakan untuk menjaga persepsi pasar.


Kemudian terkait scaring effect, hal terpenting bagi ekonomi global dan domestik menurutnya adalah penanganan pandemi agar “luka ekonomi" tidak semakin dalam.(fj)