Bursa Saham AS Ambruk, Sektor Ini Malah Naik

ilustrasi perdagangan saham. DOK/ISTIMEWA
EmitenNews.com -Sejak penutupan bursa saham Amerika selama tiga hari karena libur hari besar Paskah, hari ini saat sesi pre-market bursa saham AS yang dimulai pada pukul 16.00 WIB, menunjukkan penurunan harga mayoritas saham di hampir semua sektor. Fenomena ini terjadi karena merupakan efek domino dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China akhir-akhir ini. Ditambah lagi dengan tarif baru yang ditetapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump kepada China sebesar 245% minggu lalu, serta kabar mengenai perseteruan antara Trump dengan Jerome Powell, Ketua Federal Reserve Amerika Serikat.
Trump mendesak The Fed untuk menurunkan suku bunga sebagai dampak dari perang tarif yang diberlakukannya, namun Powell menolaknya karena belum ada alasan yang mendesak untuk mengambil langkah tersebut. Bahkan, muncul kabar ada upaya intervensi dari Trump yang berencana untuk memecat Powell dari posisi Ketua Federal Reserve Amerika Serikat, padahal secara hukum Trump tidak memiliki wewenangan itu.
Gejolak ekonomi global yang dibarengi ketidakstabilan internal pemerintahan AS membuat pasar saham semakin terguncang. Banyak investor memilih untuk menarik dana mereka, sehingga membuat beberapa sektor saham Amerika mengalami penurunan secara serempak, bahkan sektor vital seperti teknologi, kesehatan dan keuangan. Namun di tengah tekanan ini, ada satu sektor yang justru mengalami kenaikan, yaitu sektor mineral non energi (basic material), khususnya emas.
Saham-saham seperti Harmony Gold Mining Co (HMY), Kinross Gold Corp (KGC), Barrick Gold Corp (GOLD), Gold Field Limited (GFI) dan yang lainnya mengalami kenaikan harga saham secara serempak. Kenaikan tertinggi dicatatkan oleh HMY sebesar 11,12%. Ini menandakan bahwa investor mulai mengalihkan dana dari saham-saham teknologi dan keuangan yang biasanya menjadi penggerak dan penopang utama pasar saham, ke saham sektor mineral emas.
Fenomena ini bukan lah hal yang terjadi secara kebetulan. Pergerakan ini sudah diprediksi sebelumnya dan diperkuat dengan lonjakan harga emas dunia terhadap US. Kenaikan harga emas juga tidak hanya terhadap dollar, tapi juga mata uang lain seperti GBP, EUR, CHF, JPY, CNY dan bahkan terhadap rupiah, yang kita tahu emas pengalami lonjakan luar biasa mencapai 37% sejak awal tahun 2025. Faktor pelemahan nilai mata uang dollar terhadap mata uang asing lain juga salah satu yang mempengaruhi ketidakstabilan ekonomi.
Nama saham-saham di atas secara fundamental pasti akan mengalami kenaikan di masa sekarang, karena permintaan terhadap emas fisik semakin tinggi. Bahkan negara Jerman yang merupakan negara dengan cadangan emas terbesar nomor kedua di dunia setelah Amerika, berencana untuk menarik sepertiga cadangan emasnya sebesar 1200 Ton yang setara dengan 100 Miliar Euro. Cadangan emas tersebut di simpan di gudang Federal Reserve New York di Manhattan.
Selain saham perusahaan tambang emas, ada beberapa perusahaan China di bursa saham AS yang malah tidak terpengaruh terhadap ketidakstabilan ekonomi dan geopolitik sekarang ini, bahkan mencatatkan kenaikan harga saham. Beberapa diantaranya adalah Alibaba Group, Tencent Music, JDCom, YumChina, Vipshop Holding dan iSHaresChina. Secara tidak langsung, hal ini menunjukkan bahwa investor masih percaya pada stabilitas dan ketenangan yang ditunjukkan pemerintah China dalam menghadapi tekanan kenaikan tarif dari Amerika Serikat dengan mengedepankan negoisasi atau dialog seperti yang disampaikan oleh Lin Jian, juru bicara kementrian luar negeri China.
Selain membeli saham perusahaan tambang emas ataupun membeli logam mulia alias emasnya langsung, untuk menghindari dampak negatif dari ketegangan perang tarif antara kedua negara tersebut, banyak investor yang mulai memindahkan dananya ke instrumen investasi lain, salah satunya adalah mata uang digital yaitu Bitcoin. Dalam rentang waktu tiga hari terakhir, Bitcoin (BTC) mencatatkan kenaikan harga sebesar 4% dan kini sudah menyentuh harga 88.000 USD. Ini merupakan kenaikan yang luar biasa di masa sekarang, megingat sebelumnya Bitcoin sempat berada di fase tren menurun semenjak awal tahun, ditambah dengan ketidakpastian geopolitik akibat perang tarif yang dipicu oleh Trump.
Selain Bitcoin, mata uang digital lain juga mengalami kenaikan serentah seperti ethereum (ETH), binance coin (BNB), solana (SOL), avalanche (AVAX) dan masih banyak lagi. Menandakan bahwa banyak investor yang mulai membeli mata uang digital ini terkhusus bitcoin. Mereka lebih merasa aman karena bitcoin bersifat desentralisasi, yang berarti bahwa bitcoin bekerja atau beroperasi di luar kendali pemerintah atau lembaga keuangan manapun. Tidak ada satu pun entitas yang bisa mengontrol bitcoin.
Pada akhinya setiap investor akan mencari tempat yang lebih aman di saat pasar sedang terpuruk. Di masa krisis atau saat ketidakstabilan ekonomi global seperti sekarang, saatnya para investor mulai mengevaluasi dan menyeimbangkan kembali portofolionya. Karena ini lah momentum yang tepat untuk membeli aset dengan harga murah dan meraih potensi return lebih tinggi di masa mendatang.
Related News

Mengapa Ekonomi China Kuat?

Prospek IHSG Kedepannya Berpotensi Cerah, Ini Alasannya

Sawit dan Batu Bara Jadi Pedang Bermata Dua Menuju Masa Depan Bersih

Strategi Indonesia Hadapi Kebijakan Trump: Diplomasi atau Konfrontasi?

Perang Dagang AS-China Guncang Rupiah & Pasar Saham, Kita Harus Apa?

Sikap Prabowo ke Saham: Ketegasan Politik atau Ketidaktahuan Ekonomi?