Demi Indonesia yang Lebih Baik, Ketua DPD Nilai Harus Koreksi Total Konstitusi
EmitenNews.com - Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan untuk memperbaiki bangsa ini, perlu koreksi total atas Amandemen 2002, yang memberi ruang tunggal kepada partai politik menentukan arah perjalanan bangsa. Ketua DPD RI yang didampingi Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin dan Kepala Biro Sekretariat Pimpinan DPD RI Sanherif Hutagaol, mengatakan banyak yang harus dibenahi bangsa ini.
“Banyak sekali PR yang harus dikerjakan dan itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Makanya agar menyeluruh, yang wajib dibenahi adalah hulunya. Kalau hulunya selesai, hilir mengikuti," kata La Nyalla Mattalitti saat menerima Ketua Umum Gerakan Bela Negara, Brigjen (Purn) TNI Hidayat Poernomo, dan pegiat konstitusi Sayuti Asyathri serta M Hatta Taliwang, di kediaman Ketua DPD RI, Jakarta, Sabtu (19/3/2022).
Ketua DPD RI yang didampingi Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin dan Kepala Biro Sekretariat Pimpinan DPD RI Sanherif Hutagaol, mengatakan, pihaknya mewacanakan dan mendorong Amandemen Konstitusi ke-5 untuk penguatan fungsi dan peran DPD RI. Karena setelah Amandemen tahun 2002, hak DPD RI, sebagai jelmaan dari utusan daerah dan utusan golongan untuk mengajukan atau mengusulkan calon presiden dan calon wakil presiden, menjadi hilang.
“Sebelum Amandemen Konstitusi tahap 1 sampai 4, MPR yang terdiri dari anggota DPR, Utusan Daerah dan Utusan Golongan. Ketiganya dapat mengajukan atau mengusulkan calon presiden dan calon wakil presiden. Hak konstitusional itulah yang ingin kita pulihkan," kata Senator asal Jawa Timur itu.
Karena itulah, prioritas DPD RI saat ini, adanya calon presiden dari luar yang diajukan partai politik. Hal itu yang harus diperjuangkan. Karena partai politik sekarang ini, dalam pandangan La Nyalla, sudah sangat berkuasa. Padahal negara ini lahir karena adanya rakyat, bukan partai politik. Makanya urusan arah perjalanan bangsa ini tidak bisa kita diserahkan kepada parpol saja.
Perjuangan utama DPD saat ini, menghapus Presidential Threshold di Mahkamah Konstitusi. Agar Pasal 222 dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dihapus.
"Sejauh ini gugatan-gugatan soal PT tersebut mentah karena alasan legal standing. Karena itu DPD RI akan maju sebagai lembaga, tetapi bersama dengan partai politik. Nanti kita lihat lagi apa alasan dari MK,” ujarnya.
Dalam pernyataannya, La Nyalla mengatakan, MK harus diawasi. Sebab menjadi superbody apabila ada Lembaga yang keputusannya bersifat mengikat, tetapi tidak ada yang mengawasi.
La Nyalla juga menyinggung wacana perpanjangan masa jabatan Presiden dalam pertemuan itu. Secara prinsip menurutnya rakyat ingin ada pembatasan masa jabatan presiden. “Pembatasan itu sudah menjadi prinsip dan konsensus bangsa. Karena kita sudah belajar dari Orde Lama dan Orde Baru, jadi tidak ada alasan apapun," jelasnya.
Ketua GBN Purnomo menilai hanya DPD RI yang sekarang dipercaya oleh publik. Momentum ini harus dimanfaatkan dengan baik oleh DPD RI untuk membantu menyelesaikan persoalan bangsa. "DPD RI masih mempunya jiwa dan ruh yang selalu hadir dalam bangsa ini. Yaitu panggilan untuk menegakkan konstitusi."
Kekuatan DPD itu diharapkan mampu merangkul semua pihak. Baik yang di Senayan (DPR RI) dan di luar Senayan, untuk bersama menyelesaikan masalah bangsa yang saat ini sudah mendesak.
Sementara itu pegiat konstitusi, Sayuti Asyathri, menjelaskan DPD di bawah La Nyalla memberikan harapan pada publik bahwa akan ada solusi bagi permasalahan bangsa. DPD RI bisa merangkul semua elemen bangsa dan tidak berpihak ke kelompok manapun.
“Ini aset kebangsaan yang bagus. Sebuah kekuatan besar yang harus bisa dimanfaatkan untuk perbaikan bangsa karena penegakan konstitusi kita sudah lemah," ucapnya.
Sedangkan Hatta Taliwang, mantan anggota DPR, menyinggung perlunya kesatuan sistem dan leadership. Masalah negara saat ini terletak pada dua hal tersebut. Mantan anggota DPR RI ini, ada dua masalah di negeri ini, yaitu konstitusi dan leadership. Kalau sistem dibenahi, perlu sosok pemimpin yang tepat dalam menjalankan konstitusi.
“Sekarang ini tidak ada leadership ke situ. Mereka suka-suka saja, tidak memikirkan ada konstitusi atau tidak. Dasarnya power game," papar mantan politikus PKS ini.
Untuk permasalahan konstitusi, Hatta sepakat perlu kembali kepada UUD 1945. Tetapi nantinya harus dijalankan dengan serius supaya tidak ada lagi kekhawatiran akan adanya otoritarian. Ia menyebutkan, perlunya kembali ke sistem musyawarah dengan adanya MPR.
“”Di sana ada keterwakilan semua elemen, dari parpol, utusan daerah, utusan golongan dan TNI. Itulah sistem yang dihasilkan oleh para pendiri bangsa, yang notabene orang-orang yang arif bijaksana. Yang dihasilkan dengan darah dan air mata oleh para pendiri bangsa," tukasnya. ***
Related News
Prabowo-Xi Jinping Saksikan Perjanjian Kerja Sama Mineral RI-China
Protes Pembatasan Kuota Susu, Begini Aksi Peternak di Boyolali
Menteri PPMI Ungkap Moratorium PMI Untuk Arab Saudi dalam Kajian
Dari China, Presiden Prabowo Peroleh Kontrak Bisnis Rp156 Triliun
Respon Laporan PPATK, Kapolri akan Tindak Anggota Polri Terlibat Judol
Agar Fokus, Menteri Ara Usul BTN Ganti Nama jadi Bank Perumahan Rakyat