EmitenNews.com -Seiring dengan meningkatnya ketegangan geopolitik di pasar global, banyak investor mulai beralih dari instrumen berisiko ke instrumen yang lebih aman, salah satunya adalah emas batangan. Semua orang berbondong-bondong membeli emas, bahkan rela mengantri sejak dini hari. Tingginya permintaan ini menyebabkan stok emas batangan seringkali kosong di beberapa tempat. Satu hal yang menjadi pertanyaan, benarkah saat ini lebih baik investasi emas daripada saham? Kedua instrumen ini baik emas maupun saham merupakan dua instrumen yang paling banyak diburu investor di seluruh dunia, tapi keduanya merupakan dua jenis investasi yang memiliki karakteristik berbeda serta memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Salah satu kelebihan emas yaitu dapat menjadi aset safe haven, atau aset yang nilainya cenderung stabil bahkan menguat di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi sehingga nilainya mampu menghadapi volatilitas pasar. Adanya perang, ketegangan politik, resesi, sanksi ekonomi, dapat membuat investor beralih ke emas karena nilainya tidak tergantung pada kebijakan moneter tertentu. Di tahun 1998, 2008, dan 2020, beberapa kali bursa saham mengalami penurunan drastis akibat melemahnya ekonomi, tapi harga emas tercatat justru menguat di tengah resesi ekonomi yang terjadi. Meski di periode tertentu dapat mengalami fluktuasi, tapi harga emas tidak akan mengalami penurunan yang signifikan seperti saham. Inilah yang menyebabkan banyak orang memburu emas di saat terjadi ketidakpastian ekonomi global.

Emas juga cocok untuk disimpan jangka panjang karena tahan inflasi dan bebas pajak, nilainya cenderung sama atau bahkan lebih tinggi dari inflasi yang selalu naik setiap tahunnya. Sebagian orang menyimpan emas bukan untuk investasi, tapi untuk hedging atau melindungi asetnya dari naiknya inflasi. Selain itu, emas juga merupakan aset dengan likuiditas tinggi, yang artinya mudah untuk diperjual-belikan baik lewat toko emas, bank, pegadaian, atau bahkan online. Sejak dulu emas memang populer di semua kalangan, baik yang berpenghasilan rendah, menengah, juga yang berpenghasilan tinggi juga tetap memburu emas, karena emas dianggap salah satu cara mengamankan aset sekaligus mempertahankan harga likuid.

Meski memiliki banyak kelebihan, emas juga memiliki kekurangan seperti membutuhkan tempat khusus untuk penyimpanan, adanya spread atau selisih pada biaya transaksi jual-beli, tidak bisa menjadi passive income, dan tidak cocok untuk investasi jangka pendek. Bila kita menyimpan emas dalam bentuk fisik maka akan membutuhkan tempat yang aman untuk penyimpanan seperti Safe Deposit Box (SDB) yang harga sewanya tidak murah.

Biaya ini perlu diperhitungkan terutama jika kita menyimpan emas dalam jumlah banyak. Jika ingin menyimpan di dalam rumah harus dipastikan aman dan terhindar dari pencurian, kehilangan, kebakaran, dan lain sebagainya. Tapi hal ini dapat diatasi dengan pembelian emas digital, dimana kita hanya perlu menyimpan buku tabungan emas yang berisi nilai gramasi, sehingga tidak perlu lagi menyimpan emas dalam bentuk fisik.

Dalam jual-beli emas juga dikenal adanya spread, yaitu selisih antara harga beli yang pembeli bayarkan ketika membeli emas tersebut dengan harga jual emas yang dibayarkan oleh penjual ketika dilakukan buyback. Spread ini biasanya bervariasi tergantung jenis emas, tempat pembelian, dan kebijakan dari masing-masing penjual. Misalnya jika kita membeli emas online maka akan memiliki spread lebih kecil dibandingkan pembelian di toko emas. Semakin kecil spread maka akan semakin menguntungkan bagi investor, dan semakin besar spread maka semakin besar pula biaya yang ditanggung investor saat melakukan penjualan emas. Namun spread dalam transaksi jual-beli emas ini cukup besar yaitu di kisaran 2,5-5% sehingga akan menjadi risiko bagi investor yang membeli emas untuk jangka pendek, beda halnya dengan saham yang spreadnya cenderung tipis antara bid price dan offer price.

Kekurangan investasi emas lainnya yaitu tidak bisa memberikan pendapatan pasif seperti dividen atau bunga, keuntungannya hanya didapat dari capital gain atau kenaikkan harga emas tersebut ketika dijual dan harganya meningkat. Peningkatannya pun seringkali tidak secepat pergerakan saham, jadi emas memang tidak cocok untuk investasi jangka pendek.

Meski harganya relatif stabil, namun kenaikkan harga emas cenderung lebih lambat dibandingkan pergerakan harga saham, kecuali jika dalam kondisi tertentu seperti adanya krisis ekonomi atau meningkatnya ketegangan geopolitik. Namun di situasi normal, harga emas cenderung stabil dan kenaikannya tidak signifikan. Emas baru memberikan hasil investasi signifikan jika disimpan dalam kurun waktu 5-10 tahun.

Bicara soal pendapatan pasif, saham adalah salah satu instrumen yang banyak dipilih investor untuk memberikan pendapatan pasif baik dari capital gain maupun dari dividen. Saham dapat memberikan keuntungan lebih tinggi dalam jangka waktu lebih pendek dibandingkan dengan emas. Jika kita mampu menganalisa saham-saham yang memiliki fundamental baik dengan harga undervalue, maka saham tersebut berpotensi memberikan imbal hasil puluhan hingga ratusan persen dalam jangka pendek. Kita juga bisa mendapatkan dividen jika perusahaan yang kita beli sahamnya mendapat keuntungan tahunan dan membagikannya bagi para pemegang saham. Dividen inilah yang memungkinkan investor mendapatkan tambahan pendapatan tanpa perlu menjual saham yang dimilikinya.

Melalui instrumen saham juga kita dapat melakukan diversifikasi ke beberapa lini bisnis sekaligus tanpa perlu terlibat langsung. Misalnya kita meyakini akan ada sentimen positif di sektor properti dan pertambangan, maka kita tidak perlu melakukan investasi langsung di perusahaan properti dan tambang tapi kita bisa memilih dan membeli saham-saham di sektor terkait yang memiliki fundamental baik. Hal ini memungkinkan kita meminimalisasi risiko sekaligus mendapatkan potensi keuntungan maksimal. Berbeda dengan emas, instrumen saham tidak memiliki risiko hilang atau dicuri karena setiap saham yang kita transaksikan otomatis tercatat di KSEI.

Namun investasi di saham memiliki risiko volatilitas harga yang tinggi yaitu adanya risiko penurunan harga secara drastis dalam waktu singkat, sehingga berinvestasi di saham membutuhkan analisa mendalam dimana investor perlu memantau pergerakan pasar dan isu sektoral, mempelajari laporan keuangan, melakukan analisa fundamental dan teknikal, dan lain-lain. Jika tidak memiliki pemahaman yang cukup maka dapat meningkatkan potensi terjadinya capital loss, atau resiko kehilangan modal akibat turunnya harga saham. Hal ini sangat mungkin terjadi jika kita membeli saham perusahaan yang fundamentalnya kurang baik atau membeli saham di waktu yang tidak tepat atau di saat harganya terlalu tinggi.

Sebagai investor, alangkah baiknya jika kita melakukan diversifikasi aset tidak hanya disimpan di satu instrumen saja. Emas dan saham merupakan dua instrumen yang sifatnya saling melengkapi sehingga kita perlu memiliki keduanya, namun tentu saja dengan alokasi dana yang berbeda. Jika cukup yakin dengan keadaan ekonomi baik mikro maupun global, kita bisa mengalokasikan aset lebih besar di instrumen saham agar mendapat imbal hasil maksimal. Namun sebaliknya jika kita tidak yakin dengan keadaan ekonomi dan tekanan geopolitik, maka sebaiknya emas memiliki proporsi lebih besar dalam portofolio investasi kita.

Lalu bagaimana sebaiknya proporsi alokasi aset untuk saat ini? Emas setelah naik cukup tinggi dalam beberapa bulan terakhir berpotensi terkoreksi dalam jangka pendek, namun untuk jangka panjang instrumen ini masih sangat menjanjikan terutama di tengah isu tarif impor Amerika yang masih belum menentu hingga saat ini. Sementara saham tampak lebih menarik setelah terkoreksi cukup dalam sehingga banyak saham dengan fundamental baik dan memiliki harga undervalue yang bisa diburu investor untuk saat ini.