Dihuni 700 Juta Penduduk, Hanya 0,28 Persen Buku Ulas Asia Tenggara

Mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan saat tampil sebagai narasumber Forum Meet the Leaders, Universitas Paramadina, Kamis (4/9).(Foto: Universitas Paramadina)
EmitenNews.com - Mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menyoroti tantangan Asia Tenggara dalam membangun narasi global. Dari 140 juta buku yang terbit di seluruh dunia, hanya 0,26% yang mengulas Asia Tenggara, meski kawasan ini dihuni lebih dari 700 juta penduduk.
“Ini menunjukkan masih lemahnya kemampuan masyarakat Asia Tenggara dalam bercerita, menguasai literasi, dan numerasi” jelasnya saat tampil sebagai narasumber Forum Meet the Leaders, Universitas Paramadina, Kamis (4/9)].
Meet The Leaders ke-6 mengangkat tema “What It Takes: Southeast Asia from Periphery to Core of Global Consciousness” yang menyoroti tantangan sekaligus peluang Asia Tenggara dalam menempatkan diri sebagai pusat kesadaran global.
Gita menekankan pentingnya pendidikan sebagai fondasi perubahan. Saat ini, 88% kepala keluarga dan 93% pemilih di Indonesia belum berpendidikan S1, sehingga investasi besar dalam pendidikan menjadi kunci untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan dan politik.
“Guru memiliki peran sentral dalam menyuntikkan imajinasi, ambisi, serta keberuntungan yang lahir dari kerja keras. Inilah modal utama generasi muda untuk melangkah maju” tegas Gita.
Selain itu, Gita membahas tantangan kesenjangan sosial-ekonomi yang termanifestasi dalam empat bentuk: kekayaan, pendapatan, peluang, serta pertumbuhan ekonomi yang timpang antara kota besar dan daerah kecil.
Ia juga menekankan pentingnya akselerasi pembangunan infrastruktur, khususnya dalam sektor energi. Indonesia, misalnya, membutuhkan pembangunan 400 ribu megawatt listrik untuk menopang modernisasi, namun saat ini hanya mampu membangun 3.000–5.000 megawatt per tahun.
Dalam konteks global, Gita membandingkan capaian Tiongkok dengan Asia Tenggara. Selama 30 tahun terakhir, GDP per kapita Tiongkok tumbuh 30 kali lipat, sementara Asia Tenggara hanya 2,7 kali lipat. Hal ini terjadi karena Tiongkok berhasil menginvestasikan sumber daya pada pendidikan, infrastruktur, tata kelola (governance), daya saing, serta model politik-ekonomi yang memungkinkan independensi kota dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Menurut Gita, nasionalisme sejati tidak berhenti pada identitas, tetapi pada siapa yang mampu menikmati manfaat pembangunan. “Keterbukaan terhadap talenta, imajinasi, ambisi, serta keberuntungan yang dibentuk oleh kerja keras harus menjadi nilai utama generasi muda kita” tegasnya.(*)
Related News

Penyaluran Beras SPHP Bantu Turunkan Inflasi Pangan

Kinerja Industri Jasa Keuangan Syariah Kian Moncer

Disiapkan Subsidi Gaji Bagi Pekerja Berpenghasilan di Bawah Rp10 Juta

Target Pendapatan Negara 2026 Naik Rp5,9T Jadi Rp3.153,6T

Menperin: KIPK Untuk Penciptaan Lapangan Kerja Baru

RUU Komoditas Strategis, Kemendag Khawatir Tumpang Tindih Aturan PE