EmitenNews.com - Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (TWC), Edy Setijono, menekankan bahwa kebijakan pembukaan akses naik ke Candi Borobudur dengan pembatasan kuota bagi wisatawan bukan untuk tujuan komersialisasi. Namun upaya melindungi kelestarian bangunan Warisan Budaya Dunia oleh UNESO pada tahun 1991.


“Fokus kita bukan komersialisasi, tapi konservasi menjaga cagar budaya. Kita hanya memastikan hanya pihak-pihak tertentu yang diizinkan ke negara untuk mengakses tersebut. Sementara bagi yang kurang relevan kegiatannya, akses terbatas hingga pelataran saja,” kata Edy Setijono dalam diskusi daring Membicarakan (Lagi) Borobudur: antara Konservasi dan Pariwisata di Yogyakarta.


Penetapan tarif, menurut Edy juga harus sesuai dengan konsekuensi dari aktivitas yang dilakukan selama di atas candi. “Orang yang naik membawa konsekuensi caring capacity. Adanya tarif bukan wajar atau tidak wajar, ini keberpihakan dengan upaya pelestarian kita. Maka kita harus mempersiapkan teknisnya. Unsur konservasi ini akan kita bahas terus,” lanjutnya.


Pemetaan kategori pengunjung dilakukan untuk menentukan siapa yang mengisi kuota pengunjung Candi Borobudur yang dibatasi maksimal 1.200 orang per hari.


PT TWC mengusulkan kepada pemerintah tiga kategori pengunjung yang bisa mengakses naik bangunan Candi Borobudur tanpa ada pungutan biaya alias gratis, yaitu tamu negara, pemimpin upacara keagamaan dan siapa saja warga negara Indonesia (WNI) yang memperoleh izin atau rekomendasi dari otoritas yang akan ditentukan pemerintah.


“Bagi pengunjung yang tidak masuk dalam tiga kategori tersebut, tetap boleh naik Candi Borobudur asalkan bersedia dikenai tarif tiket yang tinggi meski besarannya hingga kini masih dikaji. Bagi yang tidak termasuk tiga kategori itu, harus mau ditreatment khusus yaitu dengan tarif," lanjut Edy Setijono.


Menurut Edy, gagasan penerapan tarif tiket yang tinggi terhadap kelompok pengunjung di luar tiga kategori itu sama sekali tidak berkaitan dengan komersialisasi. Usulan kebijakan itu, kata dia, semata-mata untuk membatasi pengunjung yang naik Candi Borobudur demi kepentingan konservasi atau pelestarian bangunan fisik candi.


"Kalau merasa berat karena membayar mahal, ya, tidak usah naik Candi Borobudur. Mereka cukup menikmati dari pelataran saja, 'kan masih bisa melihat dari pelataran," tutupnya.(fj)