Dukung Ketahanan Pangan, Kementerian BUMN Bentuk PT Sinergi Gula Nusantara
EmitenNews.com - Dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan energi, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan penataan organisasi PT Perkebunan Nusantara III (Persero)/PTPN Group melalui pembentukan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN).
Pembentukan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) sebagai bagian dari revitalisasi industri gula nasional diresmikan Menteri BUMN Erick Thohir di Mojokerto, Jawa Timur (10/10) yang juga dihadiri Menteri ESDM Arifin Tasrif.
“Sejalan dengan prioritas pemerintah Presiden selalu menekankan pembangunan ekosistem. Kita harus dapat mengatasi ketergantungan kita terhadap rantai pasok dunia khususnya untuk sektor pangan dan energi. Presiden mendorong agar ada solusi. Karena itu kita mendorong bagaimana hilirisasi industri gula ini sudah menjadi kenyataan dan bukan hanya sekadar rencana,“ ujar Erick.
Erick menyampaikan pembentukan PT SGN ini membuktikan bahwa BUMN siap membangun ekosistem bisnis di tengah ketidakpastian industri pangan dan global.
PT SGN merupakan wujud dari akselerasi transformasi bisnis di PTPN Group Holding yang berasal dari penggabungan aset-aset perusahaan perkebunan tebu milik PTPN Group, yakni PTPN II, PTPN VII, PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PTPN XII dan PTPN XIV.
Integrasi PTPN Group melalui pembentukan PT Sinergi Gula Nusantara, PT Sinergi Sawit Nusantara, dan PT Aset Manajemen Nusantara ini sesuai dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2022 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional (PSN).
Menteri BUMN mengatakan transformasi PTPN sejatinya sudah berjalan dengan baik. Dan pembentukan PT SGN, PT Sinergi Sawit Nusantara, dan PT Aset Manajemen Nusantara merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional yang terus dikawal oleh pemerintah. "Ini merupakan komitmen dari negara untuk memastikan bahwa ketiga proyek tersebut dapat berjalan dengan baik,” tandasnya.
Sebagai entitas tunggal dari 36 pabrik gula (PG) milik PTPN Group, PT SGN akan menjadi perusahaan gula terbesar di Indonesia dengan proyeksi perluasan lahan hingga 700 ribu hektare di 2028 mendatang. Dengan luasan lahan tersebut, diharapkan PT SGN akan mampu menguasai 60%-70% pasar gula nasional di tahun 2028.
“Kita harapkan PT SGN ini bisa memenuhi kebutuhan gula nasional, dan kesejahteraan petani harus menjadi bagian karena pembukaan 700 hektar lahan ini bukan hanya lahan PTPN saja, tetapi juga bekerja sama dengan petani,” tandas Erick.
Revitalisasi Industri Gula Nasional yang dilakukan oleh PT SGN ini termasuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi on farm maupun off farm sehingga diharapkan mampu mewujudkan swasembada gula konsumsi nasional tahun 2028, dan gula konsumsi industri tahun 2030.
Sebagai informasi, pada tahun 2021 produksi gula kristal putih (GKP) Nasional adalah sebanyak 2,35 juta ton dengan kebutuhan konsumsi gula nasional sebesar 3,12 juta ton. Dengan demikian, sisa kebutuhan gula nasional terpaksa harus dipenuhi melalui impor sebesar 1,04 juta ton setara GKP.
Untuk itu, pembentukan PT SGN merupakan solusi untuk percepatan swasembada gula konsumsi, peningkatan kesejahteraan petani tebu, juga menjaga stok gula konsumsi untuk stabilisasi harga. Selain upaya untuk kedaulatan pangan, PT SGN juga diproyeksikan untuk mewujudkan kedaulatan energi melalui Bioethanol berbasis tanaman tebu yang memberi kontribusi nyata terhadap Biofuel sebagai energi baru terbarukan (EBT).
“Kita harus memastikan juga agar PT SGN ini bisa memproduksi bioethanol agar ke depan ini bisa menjadi solusi untuk menyelesaikan permasalahan impor BBM. Sebagai laporan, kita juga sudah melakukan benchmarking dengan negara tetangga Brasil, dimana mereka telah berhasil mendorong turunan gula menjadi bioethanol, kalau negara lain bisa kenapa Indonesia tidak bisa,” lanjut Erick.
Sejalan dengan peningkatan produktivitas gula yang dilakukan PT SGN nantinya, produksi bioetanol berbasis tebu yang memberikan kontribusi nyata pada biofuel diharapkan dapat turut meningkat.
“Kita targetkan untuk bisa menghasilkan 1,2 juta kiloliter minyak mentah (di tahun 2030). Karena itu, kehadiran Pertamina untuk menjadi off taker menjadi penting supaya bisa dipastikan bahwa apa yang menjadi kebutuhan petani dan gula nasional berkesinambungan dengan kebutuhan energi nasional dengan mencampur bioethanol ke BBM dan menciptakan BBM ramah lingkungan seperti yang kita saksikan di Brasil,” tandasnya.
Hal ini menjadi penting untuk substitusi kebutuhan impor minyak mentah dan digunakan untuk bauran energi kendaraan yang ramah lingkungan. Dengan demikian, negara akan memiliki alternatif energi untuk mengurangi beban ketergantungan impor BBM.
Untuk mendukung hal tersebut, PTPN bersinergi dengan Pertamina untuk pilot project pengembangan biofuel. Hal ini merupakan langkah penting dalam mewujudkan penyediaan bioetanol kepada masyarakat sebagai bahan bakar kendaraan yang lebih ramah lingkungan, seperti yang sudah terjadi di Brasil.(fj)
Related News
Potensi Aset Rp990 Triliun, Asbanda Siap Dukung Pembiayaan PSN
Ajak Investor Inggris Investasi di EBT, Menteri Rosan Buka Peluangnya
PKPU Pan Brothers (PBRX) Soal Utang Rp6,25T Diperpanjang 14 Hari
Maya Watono Kini Pimpin InJourney, Ini Profilnya
Pascapemilu, Investor Global Kembali Pindahkan Portofolionya ke AS
Belum Berhenti, Harga Emas Antam Naik Lagi Rp12.000 per Gram