Emas Global Rekor, Saham Antam (ANTM) Makin Berkilau

Petugas lapangan berjibaku melawan si jago merah di smelter perseroan. FOTO - ISTIMEWA
EmitenNews.com - Harga emas global mencapai rekor tertinggi USD3.595 per troy ounce. Itu dipicu ekspektasi pemangkasan suku bunga Federal Reserve Amerika Serikat (AS) bulan ini. Kondisi tersebut memberi angin segar bagi sektor pertambangan emas Indonesia.
Perkembangan tersebut akan berimplikasi positif bagi pasar domestik, dengan potensi aliran modal masuk Indonesia. Sektor emas, dan saham-saham intensif modal menjadi sorotan karena diperkirakan mendapat keuntungan dari penurunan suku bunga. Ya, emas menjadi instrumen paling disorot secara global.
Harga menembus rekor baru USD3.595/troy ounce alias surplus 4,15 persen seiring peningkatan permintaan safe haven. Penguatan emas didorong kombinasi risiko kebijakan tarif presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, isu independensi The Fed, dan pelemahan data ketenagakerjaan AS.
Nonfarm payrolls (NFP) Agustus 2025 hanya 22 ribu lebih rendah dari konsensus 75 ribu dengan pengangguran naik menjadi 4,3 persen, tertinggi sejak 2021. Kondisi itu, mendorong repricing agresif terhadap kebijakan moneter AS: probabilitas pemangkasan 25 bps September 2025 naik menjadi 89 persen, bahkan peluang pemangkasan 50 bps kini terbuka di 11 persen.
Implikasi bagi pasar domestik relatif konstruktif. Pelemahan data tenaga kerja AS meningkatkan peluang penurunan fed fund rate (FFR), sehingga memperluas ruang capital inflow ke emerging markets, termasuk Indonesia. Fokus minggu ini akan tertuju pada rilis CPI AS dengan konsensus 2,9 persen menjadi kunci sebelum FOMC 17 September 2025, data inflasi China dengan konsensus deflasi 0,2 persen.
Sementara itu, kenaikan yield JGB tenor 30Y menambah layer risiko global karena berpotensi membalik arah carry trade, sehingga arus modal keluar dari emerging market perlu diantisipasi. Nah, dengan mempertimbangkan keseimbangan faktor domestik dan eksternal, secara teknikal indeks harga saham gabungan (IHSG0 pekan ini akan bergerak bervariasi cenderung menguat dengan range support 7.680, dan resistance 8.000.
Katalis utama datang dari ekspektasi pelonggaran moneter The Fed, ditopang inflasi domestik terkendali, dan momentum perbaikan sektor manufaktur. Penguatan pekan ini terjadi setelah ada tekanan terhadap indeks pekan lalu lebih banyak dipicu faktor politik domestik, tercermin dari koreksi intraday lebih dari 3,5 persen awal pekan disertai outflow asing Rp2 triliun. Namun, fundamental makro domestik pekan lalu relatif solid.
Inflasi Agustus 2025 tercatat 2,31 persen, masih inline dengan target BI (2,5 persen ±1 persen), menandakan daya beli tetap terjaga. ”Di sisi lain, PMI Manufaktur kembali ke area ekspansif (51,5) setelah empat bulan kontraksi, menjadi sinyal awal pemulihan aktivitas produksi,” urai Imam Gunadi, Equity Analyst Indo Premier Sekuritas (IPOT).
Mengenai potensi market periode 8-12 September 2025, Imam menilai sektor komoditas emas masih akan menjadi salah satu sektor menarik perhatian investor. Sentimen utama datang dari pelemahan data tenaga kerja AS berimplikasi pada peningkatan probabilitas pemangkasan suku bunga The Fed, dan penguatan harga emas global kembali menembus rekor baru. Imam melihat saham-saham berbasis emas berpotensi melanjutkan momentum penguatan.
Misalnya, Merdeka Gold (MDKA) Rp2.680, dengan target Rp2.950, dan stop Loss Rp2.570. Aneka Tambang (ANTM) Rp3.480, proyeksi harga Rp3.720, dan stop loss Rp3.360. Telekomunikasi Indonesia alias Telkom (TLKM) Rp3.150 per helai dengan target harga di posisi Rp3.350 per saham, dan stop loss Rp3.050 per eksemplar. (*)
Related News

Belum Usai, Pengendali NSSS Buang Lagi 1,21 Miliar Lembar

Grup Sinarmas (BSDE) Rilis Surat Utang Jumbo Rp3T

TOWR Akui Masih Punya Beban Utang Jumbo Rp50T

Medco Energi (MEDC) Umumkan Buyback Saham Rp815M

BEI Akhirnya Gembok 3 Saham Terbang, Satunya Emiten Hary Tanoe

Kebut Proyek Ini, MBMA Suntik Entitas Usaha Rp1,77 Triliun