EmitenNews.com - Pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wapres Ma’ruf Amin ini kok orang-orang takut berbicara politik ya. Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menemukan masyarakat semakin takut berbicara soal politik dan penangkapan semena-mena aparat. Jajak pendapat terhadap 1.064 responden melalui wawancara tatap muka itu, dilakukan pada 28 Februari-8 Maret 2021. Margin of error kurang lebih 3,07 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

 

"Penilaian tentang adanya ketakutan masyarakat dalam bicara masalah politik, penangkapan mengalami peningkatan dibanding sebelumnya," kata Peneliti dari SMRC Saidiman Ahmad, melalui siaran langsung di Youtube SMRC TV, Selasa (6/4/2021).

 

Hal itu diketahui melalui segmen pertanyaan 'Masyarakat Takut Bicara Masalah Politik?' dan 'Masyarakat Takut terhadap Penangkapan Semena-mena Aparat hukum?'. Dari hasil survei itu, didapati 32,1 persen masyarakat mengaku sering takut bicara masalah politik; 7,1 persen mengaku selalu takut bicara politik; 33,3 persen menyebut jarang takut; 20,2 persen menyatakan tak pernah takut; dan 7,2 persen tidak menjawab.

 

Jika melihat tren selama 17 tahun terakhir, kata Saidiman, ketakutan untuk bicara politik itu menunjukkan kecenderungan peningkatan. Ia merinci, 24 persen selalu/sering takut bicara politik pada April 2004; 25 persen selalu/sering takut pada September 2007; 20 persen selalu/sering takut pada April 2009; 14 persen selalu/sering takut Juli 2009.

 

Trennya kembali naik jadi 22 persen selalu/sering takut bicara politik pada April 2014; 16 persen pada 25 persen selalu/sering takut pada Juli 2014. Angkanya naik drastis menjadi 43 persen selalu/sering takut bicara politik pada Mei 2019; dan kini 39 persen selalu/sering takut pada Maret 2021.

Pada segmen pertanyaan 'Masyarakat Takut Penangkapan Semena-mena Aparat Hukum?', Saidiman mengungkapkan 26,5 persen mengaku sering takut; 5,4 persen selalu takut; 30,4 persen jarang takut; dan 29,4 persen mengakut tak pernah takut. Sementara, 8,4 persen tak menjawab.

 

Secara tren, ketakutan warga terhadap penangkapan semena-mena aparat hukum juga meningkat jika dilihat sejak 2009. Rinciannya, 23 persen responden mengaku selalu/sering takut penangkapan semena-mena aparat pada Juli 2009; 32 persen responden selalu/sering takut pada April 2014; 24 persen selalu/sering takut penangkapan semena-mena aparat pada Juli 2014; Ketakutan itu melonjak menjadi 38 persen pada Mei 2019; dan 32 persen sering/selalu takut pada Maret 2021.

 

Sebelumnya, sejumlah kasus kebebasan berpendapat, terutama di media sosial, 'dibungkam' oleh aktivitas siber ilegal berupa hoaks, cyber bullying, pengungkapan data pribadi atau doxing, hingga kriminalisasi oleh aparat. Korbannya terutama para pengkritik pemerintah. Sebagian pihak menyebut pelaku 'pembungkaman' itu ialah para buzzer terkait Istana, meski pihak Istana Kepresidenan sudah membantah hal itu.

 

Sementara itu, awal Januari 2021, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membuat laporan kinerja 2020 dengan merilis survei tentang daya tahan pemerintah dalam menerima kritikan. Disebutkan, rakyat saat ini takut mengkritik pemerintah. Alasannya, sangat mudah diancam dengan pasal pidana. Laporan akhir tahun Komnas HAM ini mengacu pada survei internal Juli-Agustus 2020, yang melibatkan 1.200 responden di 34 provinsi di Tanah Air.