EmitenNews.com - Selama kurun waktu 10 tahun terakhir (2010-2020) nilai Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diberikan kepada BUMN sebesar Rp201,8 triliun, namun dividen yang diberikan BUMN tersebut kepada negara hanya sekitar Rp420,1 triliun.


“Dari sisi situasi makro, kelihatannya di tahun 2022 akan menunjukkan suatu optimisme yang lebih baik. Kita berharap BUMN yang disuntik PMN itu bisa menunjukkan kinerja yang lebih baik. Sehingga nanti kemudian ada sumber penerimaan negara dari dividen. Dia meminta kinerja BUMN harus menghasilkan dividen lebih baik kepada para pemegang saham, khususnya kepada pemerintah di tahun 2022,” ujar Gus Irawan saat Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beserta beberapa pimpinan perusahaan BUMN, guna membahas pemberian tambahan PMN di 2021 dan 2022, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (8/11/2021).


Dengan adanya tambahan PMN, Gus Irawan meminta BUMN tidak lagi membebani keuangan negara. Sehingga, harus sejalan antara pemulihan ekonomi global dengan domestik di tahun 2022 yang bisa lebih baik. “Karena PMN ini besar sekali di empat sampai lima tahun terakhir. Sementara kontribusi BUMN dalam bentuk dividen bagi pemilik saham, yaitu pemerintah, itu bisa dinilai masih sangat kecil,” ujar politisi Partai Gerindra ini.


Diketahui, berdasarkan penjelasan yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani, beberapa BUMN yang mendapatkan tambahan PMN di 2021 dan 2022, di antaranya adalah PT Hutama Karya, PT Waskita Karya, dan PT Kereta Api Indonesia (KAI). PT Hutama Karya mendapatkan PMN di APBN 2021 sebesar Rp25,2 triliun yang berasal dari APBN Awal (Rp6,2 triliun), Cadangan PEN (Rp9,1 triliun), dan Saldo Anggaran Lebih/SAL (Rp9,9 triliun).


Kemudian, PT Hutama Karya juga akan mendapatkan tambahan PMN di APBN 2022 sebesar Rp23,85 triliun. Sementara PT Waskita Karya mendapatkan PMN di APBN 2021 sebesar Rp7,9 triliun (Cadangan PEN) dan akan mendapatkan tambahan PMN di APBN 2022 sebesar Rp3 triliun. Sedangkan, PT KAI akan mendapatkan tambahan PMN di APBN 2022 sebesar Rp6,9 triliun (SAL).


Disisi lain, Komisi XI DPR RI meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menyelamatkan kondisi keuangan Garuda Indonesia yang saat ini memiliki ekuitas negatif sebesar 2,8 miliar dolar AS atau setara dengan Rp40 triliun (kurs Rp14.200 per dollar AS). Menurut Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu, BUMN sektor penerbangan ini harus dilihat sebagai sesuatu aset negara yang diwariskan oleh founding father yang bukan korporasi biasa.


“Selamatkan garuda, selamatkan wajah bangsa. Tapi, itu tidak ada dalam usulan PMN di 2022 oleh Menkeu. Kalau bank kita kehilangan satu, kita masih punya bank lain. Tapi kalau Garuda hilang, kita kehilangan segalanya. Karena itu adalah wajah bangsa kita,” ujar Anggota Fraksi Partai Gerindra ini di sela Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama Menkeu Sri Mulyani terkait Pemberian PMN 2021 dan 2022, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (8/11/2021).


Anggota Komisi XI DPR RI lainnya, Misbakhun, menilai Garuda Indonesia pernah mendapat PMN di tahun 2020 sebesar Rp5 triliun melalui fasilitas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Namun, menurut Misbakhun, pemberian PMN tersebut tidak serta-merta memperbaiki kondisi keuangan Garuda Indonesia.


“Nah ini, harusnya bisnis modelnya yang harus diperbaiki atau seperti apa. Karena bagaimanapun juga nilai historis, kemudian peran penting sebagai flag carrier ini kan penting, di mana Garuda membawa simbolis seperti itu,” tegas wakil rakyat Fraksi Partai Golkar ini.


Diketahui, di hadapan Komisi XI DPR RI, Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan hanya ada tujuh BUMN yang akan mendapatkan PMN di 2022 dengan total Rp35,5 triliun. Yaitu, Perum Perumnas Rp1,57 triliun, PT PLN Rp5 triliun, PT Hutama Karya Rp23,85 triliun, PT Waskita Karya Rp3 triliun, PT Adhi Karya Rp2 triliun, PT PII Rp1,08 triliun, serta PT SMF Rp200 miliar.


Sedangkan Garuda Indonesia tidak tercatat sebagai BUMN yang mendapatkan bantuan pembiayaan PMN yang diusulkan oleh pemerintah kepada Komisi XI DPR RI untuk mendapatkan persetujuan.


Adapun kondisi terkini Garuda Indonesia di mana aset saat ini, mencapai 6,93 miliar dolar AS atau sekitar Rp99 triliun, sementara liabilitas (kewajiban, termasuk utang) mencapai 9,76 miliar dolar AS atau setara Rp140 triliun. Dengan demikian ada ekuitas negatif 2,8 miliar dolar AS. Dari jumlah kewajiban tersebut, utang dari sewa pesawat mendominasi mencapai 9 miliar dolar AS atau setara Rp128 triliun.