Hadapi Tantangan Politik, Ini Proyeksi Pasar Saham Indonesia pada 2024
EmitenNews.com -Pasar saham Indonesia cukup baik sepanjang tahun 2023, dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memberikan return sebesar 3,4% YTD (Year-to-Date) November. Sementara itu, indeks saham blue chip seperti LQ45 dan IDX80 memberikan return masing-masing sebesar -0,8% dan -1,6% YTD November.
Karenanya, Schroeders Indonesia mengatakan dapat terlihat bahwa saham-saham non-blue chip mulai mengungguli kinerja pada tahun 2023. Berdasarkan data dari market mover, saham-saham seperti AMMN dan BREN menjadi salah satu penggerak terbesar di IHSG dengan kapitalisasi pasar yang mendekati bank-bank besar seperti BBCA dan BBRI, meskipun likuiditasnya rendah.
Kinerja ini sejalan dengan aliran keluar modal asing sebesar Rp14 triliun YTD November, karena investor asing mulai mengurangi risiko pada paruh kedua tahun 2023 ketika nilai tukar Rupiah melemah menyusul Federal Reserve yang mengindikasikan kecenderungan suku bunga yang lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama (higher for longer).
Dilihat dari sisi valuasi, IHSG diperdagangkan dengan Price-to-Earnings (PE) ratio 2024 sebesar 13,4x, yang lebih murah dibandingkan dengan pasar seperti Thailand, India, Jepang, atau Amerika Serikat, namun masih lebih mahal dibandingkan dengan China.
Menuju tahun 2024, Schroders mengekspektasikan narasi yang seharusnya mendukung pasar saham dengan pertumbuhan PDB yang solid mendekati 5% dan pertumbuhan laba perusahaan yang sehat sekitar 11-12% menurut konsensus.
Beberapa poin penting di tahun 2024 meliputi kebijakan yang lebih dovish dari Federal Reserve AS dapat menstimulasi pertumbuhan yang lebih baik dan menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi Indonesia dan pasar-pasar negara berkembang lainnya.
Pertumbuhan ekonomi China dimulai dari basis rendah (low base) dengan stimulus yang cukup, sehingga dapat mendorong pemulihan ekonomi mereka lebih baik di tahun 2024.
Prospek harga komoditas yang lebih baik karena efek basis yang rendah setelah koreksi di tahun 2023. Stimulus dari China dapat memberikan dukungan untuk komoditas berbasis logam pada tahun 2024.
Schroeders memperkirakan adanya kebisingan dari sisi politik karena tahun 2024 adalah tahun pemilu, meskipun setelah pemilu, pasar seharusnya kembali fokus pada faktor fundamental. Neraca perusahaan-perusahaan di Indonesia tetap sehat.
Likuiditas domestik perlu dipantau. Bank Indonesia telah mengetatkan likuiditas pada paruh kedua tahun 2023, oleh karena itu, likuiditas akan menjadi perhatian investor pada tahun 2024 sebagai stimulus pertumbuhan.
Memasuki tahun 2024, kami memiliki pandangan yang baik terhadap pasar saham Indonesia karena valuasi yang menarik dan konsensus memperkirakan pertumbuhan pertumbuhan laba per saham (EPS growth) sekitar 11-12% YoY. Schroders berpikir bahwa bank-bank besar seharusnya mampu memberikan kinerja laba yang solid (solid earnings), sementara harga komoditas yang stabil akan membantu mendukung marjin perusahaan-perusahaan consumer.
Tahun politik juga dapat membantu penjualan barang-barang kebutuhan pokok konsumen (consumer staples goods). Selain itu, relaksasi PPN baru-baru ini dapat membantu mendukung laba perusahaan-perusahaan properti. Penurunan suku bunga yang terjadi seharusnya memberikan narasi bagi pemulihan pasar obligasi pada paruh pertama tahun 2024, dan dengan demikian, akan memberikan dorongan bagi pasar saham pada paruh berikutnya karena pasar saham biasanya tertinggal dan mengikuti pasar obligasi. Pada akhirnya, sektor-sektor yang menjadi proxy pasar obligasi juga dapat merasakan sentimen dari penurunan imbal hasil obligasi. Schroders berpikir bahwa tekanan dari sektor komoditas juga akan mereda karena penurunan harga komoditas seharusnya mulai mencapai titik terendah, meskipun potensi kenaikan masih perlu dilihat.
Tantangan utama untuk tahun 2024 kemungkinan akan datang dari ketidakpastian yang berkaitan dengan politik. Pemilihan presiden Indonesia akan menjadi sesuatu yang akan dipantau oleh semua orang di seluruh dunia karena masa jabatan Presiden Jokowi berakhir sementara kandidat-kandidat yang ada memiliki perbedaan yang mencolok satu sama lain, sementara program-program dan kelanjutan kebijakan masih menjadi tanda tanya pada saat ini.
Di luar negeri, Amerika Serikat juga akan menghadapi pemilihan presiden pada akhir tahun 2024 di mana Biden mungkin akan menghadapi Trump sekali lagi, yang dapat menyebabkan ketidakpastian global. Dari sudut pandang geopolitik, ketegangan antara Rusia dan negara-negara Barat, Israel dan Hamas, serta AS dan China mungkin terus menjadi ‘noises’ dari waktu ke waktu. Pemulihan ekonomi China dapat menjadi cahaya harapan jika ekonomi mereka mulai pulih pada tahun 2024.
Oleh karena itu, Schroders Indoensia berpendapat investor perlu tetap waspada namun tetap berinvestasi di pasar saham. Meskipun mungkin ada beberapa gejolak, Schroders meyakini pasar saham Indonesia siap untuk pulih. Pemilihan saham akan tetap menjadi kunci di tahun 2024 dan faktor fundamental merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh investor ketika melihat strategi investasi.
Related News
IHSG Ditutup Turun 0,63 Persen, Saham dan Sektor Ini Pemicunya
Pemerintah Kantongi Rp20,3 Triliun Hasil Lelang 8 Seri SUN
BTN (BBTN) Groundbreaking Tiga Kantor Cabang di Jakarta
Siapkan Lelang Sukuk 3 Desember 2024, Pemerintah Bidik Rp9 Triliun
Erick dan Ara Tinjau Lahan KAI untuk Program Perumahan Berbasis TOD
OECD Percaya Keanggotaan Indonesia Dukung Visi Indonesia Emas 2045