EmitenNews.com - PT PP London Sumatra Indonesia (LSIP) sepanjang tahun lalu, membukukan laba tahun berjalan dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk Rp696 miliar. Meningkat 174,1 persen dibanding tahun sebelumnya Rp253,90 miliar.



Pertumbuhan laba perseroan terutama disebabkan lonjakan laba kotor, penurunan beban umum & administrasi, dan laba selisih kurs sebagian diimbangi kerugian perubahan nilai wajar aset biologis, dan peningkatan beban pajak penghasilan. ”Core profit juga tumbuh 230,1 persen menjadi Rp828,0 miliar,” tutur Benny Tjoeng, Presiden Direktur Lonsum, kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (1/3).



Penjualan Lonsum menurun 4,4 persen secara year on year (yoy) menjadi Rp3,54 triliun. Itu terutama seiring penurunan volume penjualan produk sawit dan karet. Namun, kondisi itu, sebagian diimbangi kenaikan harga jual rata-rata (ASP) produk sawit. ASP crude palm oil (CPO) dan PK meningkat masing-masing sebesar 26 persen yoy.



Lonsum mencatat kinerja profitabilitas kuat pdengan laba kotor Rp1,08 triliun. Menanjak 91,6 persen yoy, laba operasi Rp816,1 miliar naik 171,5 persen yoy, dan EBITDA Rp1,23 triliun naik 107,7 persen yoy. Produksi Tandan Buah Segar (TBS) inti turun 11,7 persen yoy menjadi 1.294.716 ton. Karena dampak cuaca dan kegiatan peremajaan tanaman sawit. Itu diikuti kontribusi TBS eksternal lebih rendah, total produksi CPO turun 16,9 persen yoy menjadi 330.936 ton. Itu terjadi seiring penurunan produksi, volume penjualan CPO turun 22,2 persen yoy menjadi 324.939 ton, dan volume penjualan PK dan produk turunan PK turun 21,9 persen yoy menjadi 97.552 ton.



Lonsum mempertahankan posisi keuangan sehat dengan total aset Rp10,92 triliun termasuk posisi kas dan setara kas Rp1,96 triliun dan tidak adanya pendanaan melalui utang (funded debt) pada 31 Desember 2020. ”Industri agribisnis tahun lalu, menghadapi salah satu tahun paling menantang karena dampak pandemi seluruh dunia, volatilitas harga komoditas, dan kondisi cuaca. Harga CPO meningkat signifikan semester kedua 2020 dari posisi terendah sebelumnya kuartal kedua 2020 didorong ekspektasi dampak kondisi cuaca, pasokan CPO terbatas, dan kenaikan permintaan kedelai,” tegas Benny.



Laba tahun 2020, lebih tinggi dari tahun sebelumnya terutama naiknya harga jual rata-rata produk kelapa sawit, upaya-upaya dalam pengendalian biaya, dan efisiensi. Produksi TBS inti dipengaruhi terutama dampak cuaca dan kegiatan peremajaan pohon-pohon sawit tua kurang produktif di Sumatera Utara. ”Industri perkebunan diperkirakan akan tetap menantang. Kami terus memperkuat posisi keuangan, mengendalikan biaya dan efisiensi, meningkatkan produktivitas, memprioritaskan belanja modal pada aspek-aspek berpotensi memiliki pertumbuhan, fokus pada praktik-praktik agrikultur baik secara berkelanjutan,” tutup Benny. (Rizki)