IHSG di Tengah Pusaran Donald Trump, Morgan Stanley, dan Danantara

Papan perdagangan di Bursa Efek Indonesia yang menunjukkan kondisi IHSG sedang mengalami koreksi. Foto/Rizki EmitenNews
EmitenNews.com -Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus mengalami tekanan sepanjang tahun 2025. Pada penutupan perdagangan hari Selasa, 25 Februari 2025, IHSG anjlok ke level 6.587,09 mencatatkan tren penurunan yang mengkhawatirkan bagi para pelaku pasar. Dari total saham yang diperdagangkan, sebanyak 490 saham mengalami penurunan, sementara hanya 119 saham yang mampu menguat, dan 173 saham lainnya stagnan. Pergerakan negatif IHSG sejalan dengan melemahnya indeks saham Asia, yang dipicu oleh ketegangan perdagangan global serta kebijakan proteksionisme Amerika Serikat (AS).
Salah satu faktor utama yang menekan IHSG adalah langkah pemerintah AS yang kembali melanjutkan tarif impor terhadap Kanada dan Meksiko, serta memperketat aturan investasi terhadap China. Keputusan ini memperburuk kekhawatiran pasar, terutama menjelang pemberlakuan tarif dagang baru oleh AS bulan depan. Presiden Donald Trump telah mengumumkan bahwa kebijakan tarif terhadap Kanada dan Meksiko akan mulai berlaku setelah masa penundaan satu bulan berakhir. Kebijakan ini berpotensi menghambat aktivitas perdagangan global dan mengurangi likuiditas di pasar keuangan, termasuk di Indonesia.
Selain itu, Presiden AS juga mengeluarkan kebijakan baru yang semakin memperketat pembatasan terhadap investasi China di sektor teknologi dan strategis lainnya di AS. Trump juga memerintahkan audit ketat terhadap perusahaan asing yang terdaftar di bursa saham AS, termasuk peninjauan terhadap struktur kepemilikan mereka. Langkah ini semakin memperkeruh sentimen pasar global, dengan investor yang mulai menarik dananya dari aset-aset berisiko, termasuk saham di pasar negara berkembang seperti Indonesia.
Di tengah tekanan eksternal, IHSG juga mendapat pukulan dari keputusan Morgan Stanley yang menurunkan peringkat indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) Indonesia dari equal weight menjadi underweight. Keputusan ini didasarkan pada beberapa faktor utama, diantaranya melemahnya return on equity (ROE) dan kondisi pertumbuhan ekonomi domestik yang kurang stabil. Penurunan peringkat ini mengindikasikan bahwa investor global semakin berhati-hati dalam menanamkan modalnya di Indonesia.
Menurut ahli strategi Morgan Stanley, Jonathan Garner, stagnasi belanja modal telah menyebabkan investasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hanya bertahan di angka 29%. Angka ini lebih rendah dibandingkan rata-rata sebelum pandemi yang mencapai 32%. Perlambatan investasi ini berimbas pada daya tarik Indonesia di mata investor asing. Akibatnya, bobot saham Indonesia dalam MSCI mengalami penurunan signifikan dari 2,2% menjadi hanya 1,5% pada akhir tahun 2024.
Sejalan dengan penurunan bobot saham Indonesia dalam indeks global, jumlah perusahaan Indonesia yang masuk dalam MSCI Global Standards juga mengalami penyusutan drastis. Jika pada tahun 2019 jumlahnya mencapai 28 perusahaan, kini hanya tersisa 17 perusahaan per Maret 2025. Berkurangnya jumlah perusahaan yang masuk dalam indeks MSCI menandakan menurunnya kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi dan pasar saham Indonesia.
Sementara itu, di dalam negeri, pasar saham Indonesia juga diwarnai peluncuran Danantara oleh Presiden Prabowo pada senin (24 Februari 2025), sebuah badan pengelola investasi strategis yang mengonsolidasikan dan mengoptimalkan investasi pemerintah yang bertujuan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Dikabarkan ada 7 BUMN raksasa yang bakal dikelola terlebih dahulu, yaitu Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, PLN, Pertamina, Telkom Indonesia, dan Mining Industry Indonesia. Namun, respons pelaku pasar terhadap lembaga ini tampaknya masih didominasi oleh sikap skeptis.
Diketahui bersama berbagai skandal korupsi pernah mengguncang BUMN, seperti kasus korupsi Pertamina, serta skandal besar lainnya seperti korupsi timah, e-KTP, Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri), Jiwasraya, dan sejumlah BUMN konstruksi. Sentimen negatif ini mencerminkan ketidakpercayaan publik terhadap tata kelola keuangan negara, sehingga keberhasilan Danantara dalam mengelola investasi strategis akan sangat tergantung pada transparansi, akuntabilitas, dan komitmen pemerintah dalam menutup celah penyalahgunaan dana.
Itulah sebabnya, pelaku pasar cenderung menunggu kejelasan lebih lanjut terkait mekanisme kerja Danantara dan dampaknya terhadap stabilitas pasar modal Indonesia. Jika implementasinya efektif, lembaga ini berpotensi menjadi katalis positif yang dapat membalikkan tren negatif IHSG dalam jangka panjang.
Di tengah ketidakpastian global dan domestik, investor mulai mengalihkan dananya ke aset yang dianggap lebih menarik dan aman. Beberapa indikator menunjukkan adanya perpindahan modal dari pasar saham Indonesia ke instrumen investasi dengan risiko lebih rendah, seperti obligasi pemerintah dan emas.
Faktor utama yang akan menentukan arah investasi saham ke depan adalah stabilitas makroekonomi, kepastian regulasi, serta transparansi dalam pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter. Jika pemerintah mampu memberikan kepastian hukum dan memperbaiki tata kelola BUMN, maka investor institusional maupun ritel kemungkinan besar akan kembali ke pasar saham.
Namun, tantangan eksternal seperti perang dagang yang terus bereskalasi antara negara-negara besar menambah tekanan bagi pasar keuangan Indonesia. Konflik ini mengganggu rantai pasokan global, menekan harga komoditas, serta meningkatkan volatilitas di pasar modal, yang membuat investor semakin berhati-hati dalam menempatkan dananya.
Meskipun saat ini terjadi arus keluar modal, peluang rebound tetap terbuka seiring dengan pemulihan ekonomi dan perbaikan sentimen pasar. Sektor-sektor yang memiliki prospek pertumbuhan tinggi, seperti teknologi, infrastruktur, dan energi terbarukan, masih menjadi daya tarik bagi investor yang berorientasi jangka panjang. Oleh karena itu, upaya pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi, meningkatkan daya saing ekonomi, serta membangun kembali kepercayaan investor menjadi kunci untuk mengembalikan daya tarik pasar Indonesia.
Related News

Temukan Saham Tercepat Balik Modal melalui Metode Payback Period

Begini Prospek Saham BBRI, BMRI, dan BBNI Pasca Rilis Danantara

Tunda Short Selling dan Buyback Saham Tanpa RUPS, IHSG Terdampak?

Gaya Hidup Buy Now Pay Later, Tren atau Jerat Utang Baru?

Bedah Masalah Implementasi Coretax: Antara Harapan dan Realita

Freelance Pendulang Cuan dari Tambang Kripto