IHSG Tertekan, Investor Wait and See di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

ilustrasi papan perdagangan di Bursa Efek Indonesia. Dok/EmitenNews
EmitenNews.com -Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan besar pada perdagangan Senin (24 Maret 2025), dimana IHSG sempat jatuh di bawah level 6.000 sebelum akhirnya ditutup di 6.161,28. IHSG melemah 96,96 poin atau turun 1,55 persen dibandingkan penutupan Jumat (21 Maret 2025). Pelemahan ini terjadi di tengah sentimen negatif dari dalam dan luar negeri yang membuat investor cenderung melakukan aksi jual.
Selain itu, investor asing nampaknya mulai meninggalkan pasar Amerika Serikat (AS) dan memilih untuk mengalihkan dananya ke Eropa dan China. Indonesia saat ini dinilai kurang menarik bagi investor asing akibat ketidakpastian kebijakan fiskal serta kekhawatiran terhadap efesiensi anggaran. Kinerja pasar saham Indonesia juga dinilai kurang kompetitif dibandingkan negara-negara berkembang lainnya yang memiliki fundamental ekonomi lebih kuat dan kebijakan yang lebih jelas.
Meskipun IHSG mengalami penguatan dalam beberapa sesi perdagangan terakhir, investor diperkirakan belum akan masuk dalam jumlah yang signifikan. Ada beberapa faktor yang membuat investor tetap berhati-hati dan memilih untuk menunggu perkembangan lebih lanjut. Salah satunya adalah beban utang jatuh tempo pemerintah yang pada tahun ini mencapai sekitar Rp 800 triliun, meningkat dua kali lipat dari tahun 2024 yang hanya Rp 400 triliun. Ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah dalam menjaga stabilitas fiskal.
Selain itu, defisit keuangan negara yang mencapai Rp 31 triliun serta dinamika politik dalam negeri turut menjadi faktor yang membuat investor asing bersikap hati-hati. Ketidakseimbangan antara kenaikan utang dan penerimaan negara yang tidak bertumbuh tentunya menjadi sebuah masalah. Kondisi ini tentu saja membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani harus berkerja keras mencari solusi, karena penerimaan negara tidak bertambah dua kali lipat sementara kewajiban pembayaran utang justru meningkat drastis.
Adapun penguatan IHSG dalam beberapa waktu terakhir didorong oleh beberapa faktor positif. Salah satunya adalah hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) beberapa bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang membagikan dividen besar. Pembagian dividen ini memberikan kepercayaan kepada investor dan menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi saham sektor perbankan. Saham BUMN memang sedang tertekan, tetapi beberapa saham LQ45 dengan fundamental yang bagus dan valuasi yang murah masih layak untuk dipertimbangkan untuk dibeli.
Secara historis, IHSG cenderung melemah setelah libur panjang, terutama jika sebelumnya ada sentimen negatif kuat. Dengan kondisi pasar yang masih penuh ketidakpastian, investor disarankan untuk lebih berhati-hati dalam memilih saham dan tetap mengedepankan strategi investasi jangka panjang.
Dalam jangka menengah, pergerakan IHSG masih akan sangat dipengaruhi oleh faktor global seperti kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed), pertumbuhan ekonomi China, serta dinamika politik di Eropa dan Amerika Serikat (AS). Sementara itu, dari dalam negeri, kebijakan pemerintah dalam mengelola utang serta langkah-langkah strategis dalam meningkatkan penerimaan negara akan menjadi faktor utama yang perlu diperhatikan investor.
Dengan tekanan yang ada saat ini, penting bagi investor untuk tetap selektif dalam berinvestasi. Saham-saham yang memiliki fundamental kuat dan prospek bisnis yang jelas tetap menjadi pilihan utama di tengah ketidakpastian pasar. Adapun sektor-sektor yang berpotensi menarik perhatian di antaranya adalah sektor perbankan, infrastruktur, serta komoditas yang masih memiliki prospek pertumbuhan yang baik di tahun 2025 ini.
Seperti disebutkan di atas, selain faktor domestik, pergerakan IHSG juga dipengaruhi oleh faktor global. Salah satunya adalah kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh bank sentral Amerika Serikat, The Fed. Jika The Fed kembali menaikkan suku bunga, maka arus dana asing diperkirakan akan semakin menjauh dari pasar negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini dapat menambah tekanan pada IHSG dalam beberapa bulan ke depan.
Di sisi lain, perekonomian China juga menjadi faktor penting yang turut mempengaruhi pasar modal global. Jika pertumbuhan ekonomi China melambat, permintaan terhadap komoditas seperti batu bara dan minyak sawit dapat menurun, yang pada akhirnya akan berimbas pada kinerja emiten-emiten berbasis komoditas di Indonesia. Oleh karena itu, investor perlu memantau perkembangan ekonomi China serta kebijakan yang diambil pemerintahnya terkait perdagangan dan industri.
Dalam kondisi seperti ini, strategi investasi yang lebih defensif mungkin diperlukan. Beberapa hal yang dapat dilakukan investor antara lain adalah dengan diversifikasi potofolio, memilih saham berfundamental kuat, menghindari saham spekulatif, memantau sentimen global, serta mengedepankan investasi dengan strategi jangka panjang.
IHSG ke depannya masih akan menghadapi tekanan akibat ketidakpastian global dan domestik. Meskipun terdapat beberapa katalis positif, investor tetap harus berhati-hati dalam menentukan strategi investasi. Prospek IHSG dalam jangka menengah sangat tergantung pada kebijakan pemerintah dalam mengelola fiskal dan upaya menarik kembali minat investor asing. Dengan pendekatan yang hati-hati dan startegi investasi yang tepat, investor tetap memiliki peluang untuk mendapatkan keuntungan di tengah kondisi pasar yang menantang.
Related News

Lakukan Hal Ini Ketika IHSG dan Saham-Saham Turun Terus

Menakar “Indonesia Gelap”: Perspektif Ekonomi dan Politik

Mengapa Investor Pemula Harus Mempelajari Analisa Fundamental di 2025?

Indonesia Gelap! IHSG Ambles dan Trading Halt Diberlakukan Lagi

Begini Strategi Investasi Terbaik di Tengah Volatilitas IHSG

Harga Saham Turun, Ini Cara Warren Buffett Menyikapinya!