EmitenNews.com - Indonesia mengalami defisit gula sekitar 3 juta ton. Maklum, rata-rata konsumsi gula nasional 5,1 juta ton. Sementara produksi gula nasional hanya 2,1 juta ton. Kondisi itu, menjadikan indonesia sebagai negara pengimpor gula terbesar dunia. 


Fakta itu, berbanding terbalik dengan edisi 1934 silam. Kala itu, Indonesia mengalami surplus gula. Bahkan Indonesia tercatat sebagai negara eksportir gula terbesar kedua dunia setelah Kuba. Pada zaman VOC hingga kolonial Belanda abad ke-17-18, ada 400-an pabrik gula. Namun, saat ini hanya tersisa 40-an unit dengan kapasitas produksi menengah hingga besar. 


”Jadi, dengan keterbatasan lahan tebu, teknologi pengolahan gula cair bisa menjadi salah satu alternatif untuk mencapai swasembada gula. Dan, itu ditunjukkan PT Gula Energi Nusantara (GEN) pusat produksi gula cair Klaten, Jawa Tengah (Jateng). Ini luar biasa dari usaha kecil menengah bisa mengembangkan kapasitas produksinya,” tutur Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, di Jateng, Jumat (9/4).


PT GEN mengembangkan prototipe R&D teknologi proses pengolahan gula cair tebu. Dengan campur tangan berbagai pihak, perusahaan itu berpotensi memproduksi 8,4 juta ton gula.  Temuan itu, bisa menjadi solusi menghadapi tren produksi gula dunia mengalami koreksi. 


Berdasar catatan dari FAO, tahun ini, produksi gula turun sekitar 6 juta ton. Kalau kebutuhan gula nasional masih tergantung impor, beberapa tahun ke depan kebutuhan gula nasional tidak dapat terpenuhi apalagi konsumsi nasional cenderung naik.  ”Ini ancaman kalau tergantung impor, dunia malah kurang,” ucapnya. 


Sementara itu, Direktur UKM PT GEN Joko Budi Wiryono, menjelaskan memproduksi gula cair untuk meningkatkan nilai tambah. PT GEN, bervisi mewujudkan ketahanan pangan nasional, melalui pengembangan produk hasil olahan tebu, dan palem beserta turunannya. Mengembangkan usaha gula cair dari tebu untuk swasembada gula. 


Berdasar riset selama 81 tahun, tren produksi gula Indonesia terus menurun. Sebaliknya, tren impor gula terus naik. Kalau dibiarkan, Indonesia tidak akan pernah swasembada gula dalam tempo 50-100 tahun ke depan.


Dengan mengubah gula kristal menjadi cair, kapasitas produksi gula menjadi naik berkali lipat. Kalau gula kristal atau gula pasir selama ini hanya memanfaatkan kandungan sukrosa dari perasan tebu, gula cair memanfaatkan semua bagian yang sebelumnya dianggap limbah. 


Gula cair hasil produksi juga lebih sehat. Itu karena kadar gula rendah atau low glycemic index (LGI), dan kandungan antioksidan tinggi. Berdasar riset 10 tahun untuk menemukan inovasi itu, bekerja sama dengan peneliti IPB dan kalangan medis. 


Teknologi Gulanas telah mendapat paten Kementerian Hukum dan HAM. Dengan pengalaman mengelola pabrik gula selama puluhan tahun, temuan Joko bisa menjadi solusi untuk kebutuhan gula nasional bahkan dunia. ”Dengan KUR bisa sampai Rp20 miliar, grace period cukup panjang, dan bunga sangat kompetitif, saya kira bisa dibiayai perbankan. Nanti mungkin dilakukan pendampingan dari kami. Mungkin kami akan mengajak Kementerian BUMN dan Perindustrian untuk bersama-sama mengembangkan prototipe pabrik inovasi Pak Joko,” beber Teten. (*)