EmitenNews.com- Pemerintah terus berupaya untuk melakukan inovasi di sektor kelautan demi tercapainya kemakmuran masyarakat pesisir ataupun nelayan. Salahsatunya dengan menggenjot produktivitas budidaya rumput laut atau emas hijau sebagai komoditas unggulan ekspor produk perikanan Indonesia di pasar dunia. Rumput laut atau emas hijau ini memiliki potensi pasar yang sangat besar di luar negeri sebagai bahan pangan hingga bahan baku pembuatan kosmetik maupun produk farmasi. 


Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik Doni Ismanto memaparkan bahwa pengembangan budidaya rumput laut termasuk dalam program Ekonomi Biru Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) lantaran potensinya yang sangat besar di Indonesia. Potensi tersebut di antaranya dari ketersediaan lahan marikultur seluas 12,3 juta hektare dan yang dimanfaatkan baru mencapai 102 ribu hektare atau 0,8 persen.


"Rumput laut ini bisa dikatakan emas hijau dari laut. Secara sumber daya kita punya, jangan sampai kita kehilangan kesempatan ini. Untuk itu dari lima program ekonomi biru KKP, salah satunya pengembangan budidaya berkelanjutan. Nah salah satu komoditas yang didorong adalah rumput laut. Saat ini secara volume kita di atas namun dalam bentuk mentah belum menjadi olahan yang punya nilai lebih, ini tantangannya," ungkap Doni Ismanto dalam Talkshow Bincang Bahari mengupas "Peluang Investasi Usaha Rumput Laut" yang digelar hybrid dari Media Center KKP di Jakarta, Selasa (25/10/2022).


Indonesia saat ini menempati posisi kedua sebagai produsen rumput laut terbesar di dunia di bawah China dengan produksi mencapai 9,1 juta ton berdasarkan data tahun 2021. Indonesia paling banyak memasok bahan baku rumput laut khusus untuk jenis Euchema cottoni.


Direktur Perbenihan Ditjen Perikanan Budidaya KKP Nono Hartanto menambahkan, strategi peningkatan produktivitas rumput laut dilakukan KKP di berbagai lini. Di bagian hulu misalnya, pihaknya mengembangkan bibit rumput laut unggul berbasis sistem kultur jaringan yang terbukti lebih cepat berkembang dan tahan serangan hama dibanding bibit biasa. 


Selain itu, KKP memiliki program kampung perikanan budidaya dan menetapkan kluster budidaya rumput laut agar ada kepastian tata ruang bagi para pembudidaya. Ada juga program bantuan pinjaman permodalan usaha bagi para pembudidaya kelas kecil, menengah, hingga besar. 


"Ada 6 UPT kami yang punya lab kultur jaringan untuk bisa memproduksi bibit rumput laut unggul. Kami targetkan UPT meningkat produksi plantletnya yang akan dikembangkan di kebun bibit, untuk selanjutnya didistribusi ke kebun bibit milik pemerintah daerah maupun swasta. Ini langkah dari sisi hulu yang mudah-mudahan bisa menjawab kebutuhan bahan baku industri rumput laut di Indonesia," paparnya.


Di sisi lain, KKP gencar mempromosikan peluang investasi usaha rumput laut di dalam negeri untuk meningkatkan variasi produk yang akan dipasarkan. Selama ini produk yang paling banyak diekspor adalah bahan mentah, bukan olahan yang nilai jualnya jauh lebih tinggi.


Dalam waktu dekat, KKP berkolaborasi dengan BKPM, Bank Dunia dan pihak lainnya menggelar Seaweed Investment Forum & Festival di Surabaya pada awal November 2022. Forum ini bertujuan memperkuat produksi rumput laut dalam negeri, branding, hingga memperluas akses pasar bagi para pelaku usaha di pasar global. 


"Ini adalah wujud penegasan kembali komitmen KKP dalam pembangunan blue economy melalui promosi komoditas champion salah satunya rumput laut. Acara ini akan membangun komunikasi antara para stakeholder, karena investasi di rumput laut ini saling terkait antara hulu dan hilir," ungkap Direktur Usaha dan Investasi Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Catur Sarwanto yang juga menjadi narasumber dalam talkshow Bincang Bahari tersebut.


Tingginya potensi pasar produk rumput laut di pasar global turut diamini oleh Asisten Deputi Pengembangan Perikanan Budidaya Kemenko Marves Rahmat Mulianda. Bahkan rumput laut menjadi komoditas penting seiring adanya peralihan pertumbuhan ekonomi dari yang tadinya berbasis daratan ke ekonomi kelautan. 


Bahkan saat ini rumput laut tidak hanya sebagai bahan baku pembuatan produk pangan, farmasi maupun kosmetik, tapi juga berkaitan dengan perdagangan karbon karena kemampuannya menyerap karbondioksida di atmosfer yang menjadi pemicu perubahan iklim. 


"Kita ngomongin seaweed tidak hanya sekedar seaweed, tapi lebih luas lagi bagaimana blue economy, blue development, blue carbon itu semua ada di seaweed. Kenapa kita harus menjadikan seaweed ini menjadi concern kita, ini emasnya lah, harus kita manfaatkan sebagai sumber penghidupan dan sumber devisa kita," paparnya.


Direktut Perencanaan Sumberdaya Alam Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Ratih Purbasari Kania menambahkan, langkah-langkah yang dilakukan pihaknya untuk mendorong peningkatan investasi di bidang perikanan termasuk di dalamnya bidang rumput laut. Dukungan yang ditawarkan di antaranya fasilitas perjakan berupa Tax Allowance (TA), serta Super Tax Deduction untuk Litban dan Penyelenggaraan Vokasi.


"Kemudian dalam mengakselerasi investasi pada komoditas rumput laut, kami juga menyusun dan mengimplementasikan kebijakan investasi yang terfokus dan berkelanjutan. Lalu meningkatkan koordinasi promosi investasi, melaksankan target promosi, serta memperkuat peran dalam memfasilitasi minta investasi. Untuk promosi investasi kami melakukan pemetaan negara target. Untuk sektor perikanan ada Kanada, Jepang dan Selandia Baru," ungkapnya.


Kepala Bidang Komunikasi dan Humas Asosiasi Rumput Laut Indonesia Indra Santoso menyambut baik langkah KKP meningkatkan produktivitas rumput laut nasional dengan menyiapkan program-program yang dapat memperkuat produksi rumput laut di hulu maupun di sektor hilir.


Diakuinya, rumput laut merupakan komoditas perikanan yang terbukti mampu bertahan pada masa pandemi Covid-19 yang mengakibatkan terganggungnya pergerakan ekonomi dunia. Bahkan menurutnya, pengembangkan rumput laut mampu menghadirkan kedaulatan ekonomi di wilayah-wilayah perbatasan.