EmitenNews.com - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Juda Agung, menyampaikan di era digital ini masyarakat dibayangi ragam risiko, modus yang sering dialami masyarakat antara lain SIM swap, data breaches, skema ponzi dan maraknya penyedia layanan tidak berizin.


"Modus terkini yang berkembang adalah pengiriman file “.apk" melalui media komunikasi yang dapat menyedot data serta dana finansial korban," paparnya pada diskusi Seminar Internasional Pelindungan Konsumen bertema “Consumers' Trust: The Key to Expanding Digital Financial Economy", di Bali, Jumat (10/11).


Terkait modus ini, Juda menyebut Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki jumlah korban penipuan modus file “.apk" terbanyak di dunia dengan porsi 15% secara global.


"Hal ini menjadi perhatian regulator dan menjadikan kasus ini sebagai salah satu fokus utama edukasi dan pelindungan konsumen," tandasnya.


Deputi Juda meminta masyarakat perlu waspada terhadap hal tersebut termasuk modus lainnya. Upaya mendasar konsumen dalam menghindari hal ini adalah menjaga kerahasiaan data pribadi serta memastikan kebenaran informasi yang diterima.


Dalam hal masyarakat sebagai konsumen layanan keuangan mengalami dampak dari penipuan tersebut, menemukan pelanggaran penyelenggara terhadap Peraturan Bank Indonesia, maupun mendapatkan praktik yang merugikan, dapat menyampaikan pengaduan ke Pelindungan konsumen yang diatur oleh BI mencakup konsumen dari penyelenggara penyedia yang meliputi penyelenggara di bidang sistem pembayaran, penyelenggara kegiatan layanan uang, pihak yang melakukan kegiatan di pasar uang dan pasar valuta asing, dan pihak lainnya yang diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia.


Apabila konsumen telah mengadukan permasalahan pada penyelenggara yang termasuk cakupan tersebut dan tidak menemukan titik temu, BI akan melakukan penanganan berupa edukasi, konsultansi, dan fasilitasi terutama dengan menegaskan hak dan kewajiban konsumen maupun penyelenggara.


Pelindungan Konsumen (PK) yang disediakan regulator, dalam hal ini Bank Indonesia (BI), hadir sebagai aksi preventif maupun sarana penyelesaian masalah yang berkaitan layanan keuangan, termasuk jasa sistem pembayaran.


Juda memastikan Otoritas terus memperkuat hal ini untuk menjamin kepastian hukum bagi konsumen agar terlindung dari praktik yang tidak adil dan merugikan. Hal ini kian penting seiring perkembangan ekonomi digital yang mendorong menjamurnya layanan keuangan yang diliputi risiko siber, kebocoran data, transparansi dan kecurangan.


Di tengah risiko itu, melalui pelindungan konsumen yang kuat, masyarakat sebagai konsumen semakin berdaya untuk mendukung haknya. Harapannya, konsumen semakin percaya dan yakin untuk memanfaatkan layanan keuangan baik konvensional maupun digital.(*)