Inflasi Tinggi Kemungkinan Bersifat Permanen, Investasi Ekuitas Menjadi Lebih Menarik
EmitenNews.com - Bursa saham Indonesia mengakhiri sesi perdagangan pekan kedua April, Kamis (14/4), dengan melemah 0,38% ke ke level 7.235, namun masih lebih tinggi dari sesi penutupan pekan sebelumnya di posisi 7.211. Investor asing mencatatkan arus masuk ekuitas sebesar USD366 juta dalam sepekan terakhir.
PT Ashmore Asset Management mencatat, beberapa peristiwa penting yang mempengaruhi pergerakan dana di pasar modal luar dan dalam negeri, antara lain; Laju inflasi tahunan AS periode Maret meningkat menjadi 8,5% dari 7,9% di Februari, tertinggi sejak Desember 1981 dan sedikit lebih tinggi dari ekspektasi sebesar 8,4%.
Tingkat pengangguran Inggris hingga Februari 2022 turun menjadi 3,8% dalam tiga bulan, terendah sejak akhir 2019, dan sesuai dengan ekspektasi. Pengangguran secara umum telah turun sejak akhir 2013 hingga dimulainya pandemi virus corona pada Desember 2019 hingga Februari 2020.
Indikator Sentimen Ekonomi ZEW Jerman turun 1,7 poin menjadi -41 pada April 2022, terendah sejak Maret 2020, tetapi di atas ekspektasi pasar -48. Bank of Canada menaikkan target suku bunga overnight sebesar 50bps menjadi 1%, sesuai dengan ekspektasi pasar. Ini adalah kenaikan suku bunga kedua berturut-turut dan terbesar dalam 20 tahun.
Surplus perdagangan China periode Maret melonjak menjadi USD47,38 miliar, dari USD 11,83 miliar pada Maret tahun lalu, mengalahkan perkiraan sebesar USD 22,4 miliar. Pengangguran yang disesuaikan secara musiman Australia periode Maret mencapai 4,0%, tidak berubah dari angka Februari, sedikit di atas konsensus sebesar 3,9%.
Penjualan ritel di Indonesia periode Februari tumbuh 12,9% yoy, setelah naik 15,2% di Januari. Dengan mencermati perkembangan selama sepekan terkahir, berikut pendapat Ashmore dalam Weekly Commentaru, Kamis (14/4).
Pasca Penurunan Besar-besaran Ashmore mencatat, pasar AS mencapai rekor tertinggi pada lowongan pekerjaan tahun ini dengan 11,3 juta lowongan pekerjaan (22 Januari), klaim pengangguran terendah dalam 50 tahun, dan penurunan tingkat pengangguran menyiratkan bahwa pasar kerja telah memanas karena berbagai alasan sehingga kenaikan upah tidak dapat dihindari. "Dengan keseimbangan ini yang bekerja sebagai jalan keluar dalam jangka menengah, kita kemungkinan akan melihat bahwa tingkat inflasi yang tinggi mungkin lebih permanen daripada yang diperkirakan semula," tulis Ashmore.
Oleh karena itu, Ashmore memperkirakan, kemungkinan kenaikan suku bunga di AS akan tetap tinggi dan mempengaruhi prospek kebijakan global secara keseluruhan. "Kami melihat bahwa pandangan ini tidak berubah sejak sebulan yang lalu."
Mainkan lindung nilai inflasi? Menurut Ashmore, selama siklus kenaikan inflasi, kita biasanya melihat aset yang mengikuti kenaikan harga akan berkinerja lebih baik. Aset seperti properti dan ekuitas secara teoritis akan meneruskan inflasi ke dalam nilai keuntungannya dan karenanya mendapat manfaat dari siklus kenaikan inflasi. "Hal tersebut, sejauh ini berlaku untuk pasar Indonesia," tulis Asmore.
Hingga minggu ini, ekuitas Indonesia telah meningkat sebesar 9,9% YTD dan selain melanjutkan tren kenaikan indeks - didorong juga oleh IPO GOTO yang berdampak besar pada indeks - tetap solid di kisaran tertinggi baru dan mengungguli indeks ekuitas global.
"Risiko utama bagi Indonesia selama inflasi tinggi adalah memastikan bahwa kelas bawah dan menengah ke bawah tidak terpengaruh oleh harga konsumen yang lebih tinggi," ungkap Ashmore.
Pemerintah telah mengumumkan akan melakukan bantuan langsung tunai kepada 23,25 juta penduduk dengan total bantuan tunai sebesar Rp300.000 per orang untuk memastikan kenaikan harga minyak goreng tidak akan meningkatkan biaya hidup kelompok penduduk ini.
Pemerintah sepanjang tahun ini juga telah mengisyaratkan kebutuhan pembiayaan yang lebih rendah untuk tahun 2023, sebagian besar disebabkan oleh indikator ekonomi makro yang kuat yang didorong oleh pendapatan perdagangan dari harga komoditas yang lebih tinggi.
Ashmore berpendapat, secara keseluruhan kondisi ini menempatkan investasi ekuitas menjadi relatif menarik terhadap jenis aset lainnya. "Pertumbuhan laba tidak hanya akan mencerminkan inflasi, tetapi juga premi risiko akan dianggap lebih rendah. Dengan lintasan laba tersebut, kita akan terus melihat ekuitas akan menawarkan return yang wajar meskipun indeks mencatat rekor tinggi."
Namun, pada valuasi saat ini, Ashmore menilai valuasi LQ45 masih mendekati 1SD di bawah PER jangka panjangnya. "Reksadana berkapitalisasi besar kami, ADEN akan menjadi opsi yang lebih seimbang pada titik siklus ini." (Ashmore).
Related News
Wall Street Positif, Tekanan Jual Sandera IHSG
Masih Tertekan, IHSG Susuri Zona Merah
BNI Ingin UMKM dan Nasabah Lebih Mudah Kelola Keuangan Via Wondr
Cek! 10 Saham Top Losers Pekan Ini
BSI (BRIS) Resmi Luncurkan Layanan Perbankan SuperApp BYOND by BSI
Mandiri (BMRI) Tambah Jangkauan Transfer Valas Hingga 17 Mata Uang