EmitenNews.com – Kegagalan target jumlah calon emiten yang IPO pada 2024 merupakan tanda perlunya perubahan mendasar dalam kepemimpinan Bursa Efek Indonesia (BEI).

Pada tahun lalu, hanya ada 41 perusahaan yang berhasil IPO padahal BEI menargetkan bisa memboyong 62 emiten.  

Kepada media, analis Strategi Institute Fauzan Luthsa mengatakan sebaiknya komposisi direksi BEI mendatang bukan merupakan pegawai karir dari bursa efek.

“Pemenuhan target IPO tahun lalu saja gagal. Tahun ini ada kemungkinan terulang. Ini pertaruhannya pasar modal Indonesia,” ujarnya, Kamis (15/5).

Fauzan menduga salah masalah tidak tercapainya target calon emiten IPO adalah tim penilaian BEI tidak memiliki sertifikasi profesi penunjang baik nasional apalagi internasional.

“Dugaan saya seperti itu, tak heran jika penilaiannya tidak menggunakan indikator yang kuat, sehingga mengandalkan asumsi dan ketidaktahuan akan kebutuhan sektor riil.”

Dampaknya adalah banyak calon emiten yang mengalami penolakan meski sudah tidak ada issues dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan hanya menunggu ijin prinsip dari bursa.

“Pada periode kepemimpinan bursa efek berikutnya, sudah saatnya langkah strategis dilakukan untuk membuat bursa efek great again,” tambahnya.

Langkah strategis yang ia usulkan adalah calon direksi BEI memiliki sertifikasi kompetensi pasar modal nasional dan internasional serta bukan pejabat karir bursa, “calon dari semua paket kandidat direksi yang diusulkan nanti, perbanyak saja yang dari kalangan sekuritas. Toh, mereka juga pemegang saham bursa efek dan paham market.”

Menurutnya hal tersebut krusial sebagai standar minimal untuk mengelola pasar yang semakin kompleks. Direksi bersertifikasi tidak hanya memahami dinamika pasar, tetapi juga mampu menyusun strategi IPO inklusif dan menganalisis risiko pasar berbasis data konkret.

“Penyegaran dengan para calon direksi yang berasal dari sekuritas dan tersertifikasi akan memperkuat posisi BEI di mata investor global, yang semakin selektif dalam memilih aset investasi di tengah gejolak pasar,” tambah Fauzan.

Ditambahkannya, setiap profesi yang terkait dengan pasar modal saat ini wajib memiliki sertifikasi, “jadi sebaiknya tim yang melakukan penilaian atas calon emiten yang akan IPO, juga tersertifikasi.”

Ia mengakui bersertifikat bukan jaminan mutlak, “namun jika tidak ada, bagaimana dia bisa memahami kompleksitas pasar modal saat ini? Sertifikasi adalah untuk meminimalisir resiko dan tanpa itu mereka tidak akan bisa mendeteksi calon-calon emiten yang berpotensi tumbuh besar. Malah jangan-jangan calon emiten yang potensial IPO, justru banyak yang terpental karena tim penilainya tidak paham.”

Ia menyebut sudah tiba waktunya melakukan reformasi di kepemimpinan bursa efek mendatang, “pertama agar dapat mendukung perekonomian nasional dan sejalan dengan visi presiden dan kedua menggairahkan kembali pasar modal,” tandasnya. ***