EmitenNews - Hari ini adalah hari ke-6 saya menjalani isolasi mandiri (isoman) di dalam kamar, setelah Selasa 16 Maret 2021 test PCR menunjukkan hasil positif.


Sebelumnya saya merasakan batuk-batuk, kelelahan, badan ngilu-ngilu, dan suara parau atau serak, seperti terkena radang. Puncaknya Selasa pagi itu, indera penciuman hilang. Saya tidak bisa mencium bau wangi-wangian. Berkali-kali saya semprotkan parfum yang biasa dipakai ke tangan. Tetap saja tidak tercium sama sekali.


Ini yang membuat saya curiga dan sedikit panik. Pagi itu juga saya langsung ambil tindakan test PCR Drive Thru di Cibis Cilandak. Dan, positif hasilnya! Dalam lampiran hasil test tertulis cycle treshold (CT) value-nya sangat rendah, yakni di bawah angka 20.


Mestinya saya dirawat inap, karena memiliki daya tular tinggi, katanya. Tetapi saya meminta untuk isolasi mandiri ketat di rumah aja. Dari konsultasi dengan dokter, dibolehkan untuk isoman, dan Kamis (25/3) diminta untuk test PCR lagi.


Apa yang saya lakukan? Pertama langsung melakukan isolasi mandiri di salah satu kamar di rumah. Disetting sedemikian rupa untuk karantina paling lama 14 hari, sesuai protap. Kedua, meminta anggota keluarga di rumah untuk lakukan test antigen dan PCR serta melaporkan ke Ketua RT dan Ketua RW setempat. Ketiga, menginformasikan rekan-rekan sekantor sekaligus melakukan pemeriksaan test covid juga diikuti dengan penyemprotan disinfektan.


Hari pertama, kedua dan ketiga menjalani karantina atau isolasi mandiri memang benar-benar membuat hati dan pikiran gelisah. Saya yang sehari-hari menjalani profesi sebagai jurnalis dan Public Relations Consultan serta sekaligus mengelola jalannya perusahaan, tiba-tiba harus terkurung di ruang berukuran 3x4 meter. Mitra bisnis, rekan jaringan media, rekan kerja kantor interaksi dengan lingkungan yang biasanya aktif dan dinamis, menjadi terbatas, bahkan terputus.


Memang ada kamar mandi, buku-buku, mobile phone, laptop, wifi, bahkan mik untuk karaoke di dalam kamar menemani karantina. Tetapi tetap saja, itu adalah bentuk orang yang tertahan, terkurung, can not go anywhere.


Kabar menggelegar datang. Dua putri saya; Diandra dan Khalisya, juga terkonfirmasi positif setelah di tes antigen Jumat, 19 Maret. Saya sempat limbung gak karuan. Istri yang sesungguhnya cancer survival, goncang menangis. Belum salah satu anak putri saya juga menangis kaget dengan hasil test antigennya. Sementara saya baru masuk hari ke-5 isoman.


“Saya harus tenang dan kuat!". Alhamdullilah anak laki pertama, Rio Qashmal, sehat. Dia ambil alih kendali komando kontrol, handle dan bikin tenang adik-adik, mama dan papanya. Alhamdulillah, I proud of him. I am trying hard to control my self.


Pikiran sempat dihantui rasa gelisah dan khawatir berlebihan soal penyakit yang menggila dan mendunia ini, yang penuh konpirasi katanya. Penyakit biasa yang didesain untuk meneror dengan multi efek atau lintas bidang ini.


Tapi nyata, virus Covid-19 sudah memapar ke kurang lebih 1.450.000 orang Indonesia dengan sekitar 39.000 orang meninggal. Angka global virus covid-19 sudah menerpa sekitar 122 juta orang dengan angka kematian mencapai sekitar 2,7 juta orang.


Salah satu yang terkena dari jumlah di atas adalah saya sendiri dan dua putri saya. Tidak enak memang kena covid-19. Baik secara fisik, karena batuk yang bisa bikin sesak di dada, maupun secara psikis, seperti rasa gelisah, stress, dan merasa limbung karena harus jalani isolasi ketat. Belum lagi, harus mematuhi pengobatan dan tahapan proses pemulihan yang ketat juga dengan durasi minimal 14 hari!.


So, hanya satu ajakan saya untuk seluruh handai taulan. Patuhlah pada prokes dan imbauan serta ajakan para ahli kesehatan dan pemerintah. Virus ini nyata. Sampai saat ini saya masih belum tahu, tertular dimana dan pada saat apa. Yang jelas seminggu sebelum terpapar, saya meeting dengan sejumlah orang, baik relasi media mau pun klien.(Yosman)