EmitenNews.com - ASN Kementerian Perhubungan Yofi Oktarisza akhirnya ditahan. Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menahan tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan itu, Kamis (13/6/2024).

Yofi Oktarisza, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Jawa Bagian Tengah, yang kini berganti nama menjadi BTP Kelas 1 Semarang itu, ditahan untuk 20 hari ke depan.

Dalam keterangannya yang dikutip Jumat (14/6/2024), Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menerangkan penahanan tersangka baru tersebut, untuk kebutuhan penyidikan. YO ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak 13 Juni sampai dengan 2 Juli 2024 di Rutan Cabang KPK.

Penetapan tersangka dan penahanan terhadap Yofi adalah hasil pengembangan dari perkara yang juga menjerat pengusaha Dion Renato Sugiarto (DRS), pemberi suap kepada PPK BTP Semarang Bernard Hasibuan (BH) dan Putu Sumarjaya (PS).

Perkara korupsi terhadap ketiganya kini tengah disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Semarang.

Dion Renato, salah satu rekanan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian Perhubungan. Ia memiliki beberapa perusahaan, antara lain PT. Istana Putra Agung (IPA), PT. PP Prawiramas Puriprima (PP), dan PT. Rinego Ria Raya (RRR).

Menurut KPK, perusahaan-perusahaan tersebut digunakan untuk mengikuti lelang dan menangani paket-paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Direktorat Prasarana Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan. Termasuk di Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jawa Bagian Tengah.

"Saudara DRS mendapatkan bantuan dari PPK termasuk tersangka YO untuk bisa mendapatkan paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa," kata Asep Guntur.

Penyidik KPK menemukan da paket pekerjaan pengadaan barang jasa yang dikerjakan tersangka

Penyidik KPK menemukan data bahwa paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang dikerjakan oleh Dion saat Yofi menjabat sebagai PPK antara lain: Pembangunan Jembatan BH.1458 antara Notog - Kebasen (Multiyears 2016-2018) Paket PK.16.07 (MYC) (tahun 2016 - 2018) dengan nilai paket Rp128,5 miliar (Rp128.594.206.000) menggunakan PT. IPA.

Lalu, Pembangunan Perlintasan Tidak Sebidang (Underpass) di Jalan Jenderal Sudirman Purwokerto (Km.350+650) antara Purwokerto-Notog tahun 2018 dengan nilai paket Rp49,9 miliar (Rp49.916.296.000) menggunakan PT. PP.

Penyambungan Jalur KA/Switchover BH.1549 antara Kesugihan - Maos Koridor Banjar - Kroya Lintas Bogor – Yogyakarta tahun 2018 dengan nilai paket Rp12,4 miliar (Rp12.461.215.900) menggunakan PT. PP.

Selanjutnya, Peningkatan Jalur KA Km. 356+800 - Km. 367+200 sepanjang 10.400 M'sp antara Banjar - Kroya (2019-2021) dengan nilai paket Rp37 miliar (Rp37.195.416.000) menggunakan PT. PP.

Para tersangka dalam perkara ini juga melakukan pengaturan sehingga hanya rekanan tertentu yang bisa menjadi pemenang lelang atau pelaksana paket pekerjaan.

Bentuk pengaturan tersebut antara lain PPK akan memberikan harga perkiraan sendiri (HPS) kepada masing-masing rekanan. Juga memberikan arahan-arahan khusus seperti metode pekerjaan, alat dan dukungan terkait pekerjaan tersebut yang akan membuat rekanan tersebut menang.

Masih menurut KPK, PPK juga memberikan arahan kepada rekanan agar saling memberikan dukungan satu sama lain. Misalnya, dengan ikut sebagai perusahaan pendamping dan tidak saling bersaing karena sudah diberikan jatah masing-masing.

"Tersangka YO juga menambahkan syarat khusus pada saat lelang yang hanya dapat dipenuhi oleh calon yang akan dimenangkan," kata Asep Guntur.