EmitenNews.com - Banyak juga aset Jamal Shodiqin (JS), salah satu tersangka kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing atau RPTKA di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan. KPK menyita 18 aset tanah JS. Dengan demikian total 44 aset tersangka kasus korupsi di Kemnaker itu. KPK menduga puluhan aset itu titipan dari para oknum di Kemnaker. 

“Kemarin penyidik melakukan pemeriksaan sekaligus penyitaan 18 aset dalam bentuk bidang tanah yang berlokasi di Karanganyar, Jawa Tengah, dari tersangka JS,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (14/10/2025).

Dalam catatan KPK, dengan penyitaan tersebut berarti total aset yang telah disita KPK dari Jamal Shodiqin berjumlah 44 aset.

“Aset-aset tersebut diduga berasal dari dugaan tindak pemerasan yang dilakukan oleh oknum-oknum di Kementerian Ketenagakerjaan,” ujarnya.

KPK menduga aset-aset tersebut dikelola oleh tersangka Jamal Shodiqin dari tersangka Haryanto (H).

Pada 5 Juni 2025, KPK mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker. Mereka aparatur sipil negara di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

Penyidik KPK sudah menahan delapan tersangka tersebut dalam dua gelombang. Pertama, untuk empat tersangka pada 17 Juli 2025, dan kedua pada 24 Juli 2025.

KPK menduga para tersangka dalam kurun waktu 2019-2024 atau pada era Menaker Ida Fauziyah telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.

Penting diketahui, RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.

Jika RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat. Akibatnya, para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan demikian, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang suap kepada tersangka untuk mempercepat keluarnya surat izin mereka.

KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009-2014.

Tindakan lancung di era Menteri Cak Imin itu, kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014-2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024. ***