Kasus Korupsi Rumah Jabatan, KPK Tetapkan Sekjen DPR Sebagai Tersangka

Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar. Dok. Warta Merdeka.
EmitenNews.com - Kasus korupsi proyek pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020 naik ke tahap penyidikan. Bersamaan dengan itu, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar dan enam orang lainnya sebagai tersangka.
Dalam keterangannya yang dikutip Sabtu (8/3/2025), Ketua KPK Setyo Budiyanto mengemukakan hal tersebut kepada wartawan. Para tersangka adalah Indra Iskandar selaku PA (pengguna anggaran) dan kawan-kawan.
KPK belum menjelaskan lebih lanjut mengenai siapa saja pihak lainnya yang turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut dan juga peran mereka.
Catatan yang ada menunjukkan, Jumat, 23 Februari 2024, KPK mengumumkan telah memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020.
Peningkatan status perkara ke tahap penyidikan sudah disepakati pimpinan KPK, pejabat struktural Kedeputian Penindakan KPK, serta penyidik dan penuntut KPK.
KPK juga telah melakukan penetapan tersangka. Meski demikian, pengumuman pihak yang ditetapkan sebagai tersangka beserta pasal yang disangkakan dan konstruksi perkara akan dilakukan saat konferensi pers terkait dengan penahanan.
Namun, KPK telah mengungkapkan bahwa tim penyidik KPK menerapkan pasal soal kerugian keuangan negara dengan nilai miliaran rupiah.
Penyidik KPK juga telah memeriksa Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar. Dia diperiksa soal dugaan adanya vendor yang mendapatkan keuntungan dengan tidak sepatutnya dalam pengadaan kelengkapan rumah jabatan DPR RI.
Belum ada penjelasan lebih lanjut soal berapa vendor yang diduga terlibat maupun besaran aliran uang yang masuk ke vendor tersebut. Dalam pemeriksaan tersebut, KPK turut mendalami kaitan antara jabatan dan tugas saksi selaku Sekjen DPR RI.
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua pegawai negeri sipil (PNS) Sekretariat Jenderal DPR RI terkait penyidikan dugaan korupsi proyek pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI pada tahun anggaran 2020.
"Semua hadir, pemeriksaan klarifikasi oleh BPKP dan KPK terkait proses pengadaan sejak perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Menurut informasi yang dihimpun, kedua PNS tersebut adalah Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Jenderal DPR RI Sri Wahyu Budhi Lestari dan Kasubbag RJA Kalibata 2019-2021 Sekretariat Jenderal DPR RI Ahmat Sapiulloh.
Dalam penyidikan tersebut, penyidik KPK juga turut memeriksa Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar sebagai saksi. Dia diperiksa soal dugaan adanya vendor yang mendapatkan keuntungan dengan tidak sepatutnya dalam pengadaan kelengkapan rumah jabatan DPR RI.
Namun, penyidik tidak menjelaskan lebih lanjut soal berapa vendor yang diduga terlibat maupun besaran aliran uang yang masuk ke vendor tersebut. Dalam pemeriksaan tersebut, KPK turut mendalami kaitan antara jabatan dan tugas saksi selaku Sekjen DPR RI.
Untuk diketahui, KPK pada hari Jumat (23/2/2024) mengumumkan telah memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI pada tahun anggaran 2020.
Peningkatan status perkara ke tahap penyidikan sudah disepakati pimpinan KPK, pejabat struktural Kedeputian Penindakan KPK, serta penyidik dan penuntut KPK.
Dalam perkara ini KPK juga telah melakukan penetapan tersangka. Meski demikian, pengumuman pihak yang ditetapkan sebagai tersangka beserta pasal yang disangkakan dan konstruksi perkara akan dilakukan saat konferensi pers terkait dengan penahanan.
Related News

Sambut Lebaran 2025, Pelni Siap Angkut 12.450 Kuota Mudik Gratis

Kasus MinyaKita, Mentan Minta Tiga Perusahaan Disegel dan Ditutup

Bakal Ada Skytrain yang Layani Warga BSD Tangsel ke Lebak Bulus

Bertemu Presiden, Taipan Tomy Winata Bahas Penciptaan Lapangan Kerja

Kasus MinyaKita, Kemendag Sudah Laporkan PT Navyta Nabati ke Polisi

PBNU Anggap Dana Operasional BPKH Lebih Besar dari Nilai Manfaat