EmitenNews.com - Ada pemain besar yang belum tersentuh dalam kasus korupsi PT Pertamina (Persero). Karena itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengungkapkan akan melaporkan temuan baru terkait kasus megakorupsi tata kelola minyak mentah dan BBM di Pertamina. Ada pemain besar yang belum tersentuh dalam kasus yang diklaim merugikan negara hingga Rp193,7 triliun itu. 

Dalam keterangannya kepada pers, seperti dikutip Senin (24/3/2025), Boyamin Saiman mengemukakan pihaknya sudah mengklaster temuannya, dan sudah dilaporkan dalam bentuk kasar. Pekan depan, ia akan laporkan dalam bentuk lebih komplit, termasuk beberapa diagram terkait pemain lebih besar yang tidak tersentuh.

Dalam acara Kompas.com Talks, dikutip dari YouTube Kompas.com, Jumat (21/3/2025),  Boyamin Saiman juga menyoroti dugaan adanya skenario untuk menghambat produksi minyak dalam negeri. Beberapa perusahaan yang memiliki kontrak lifting atau pengeboran justru diminta  menghentikan operasinya tanpa alasan jelas. Beberapa perusahaan yang punya kontrak lifting atau ngebor itu bahkan determinasi (dihentikan). 

Kejaksaan Agung melalui Jamdatun turun tangan untuk memediasi agar produksi berjalan kembali. Tetapi, dalam catatan yang ada, meski perdamaian terjadi, tetap saja mereka tidak diperintahkan bekerja selama tiga tahun. 

Boyamin menduga ada unsur kesengajaan dalam pengurangan produksi minyak domestik. Ini sejalan dengan kebijakan yang memaksa produk dalam negeri dijual ke luar negeri dengan alasan tidak sesuai spesifikasi. 

"Kalau produk dalam negeri dianggap tidak sesuai spek dan dipaksa dijual ke luar negeri, padahal di luar negeri tetap dipakai sebagai bahan bakar minyak, mestinya kan cukup di dalam negeri saja," kata Boyamin. 

Sampai di sini Boyamin menegaskan bahwa penanganan kasus ini tidak boleh sekadar menjadi ajang penegakan hukum tanpa perbaikan tata kelola industri minyak dan gas di Indonesia. Pihaknya akan terus mengawal kasus ini agar tidak ada pihak tertentu yang mendapatkan perlakuan istimewa atau bahkan dibiarkan lolos dari proses hukum. 

Seperti diketahui Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus oplosan Pertamax tersebut. Enam orang di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina. 

Keenamnya adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi; Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin. 

Kemudian, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; Direktur Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusuma; dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne. 

Tersangka lainnya adalah tiga broker dari kalangan swasta. Mereka, Muhammad Kerry Adrianto Riza, beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadhan Joedo, Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak. 

Dalam kasus yang merugikan negara mencapai Rp193,7 triliun itu, Jaksa menjerat para tersangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Sementara itu, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menilai ada kejanggalan dalam proses hukum kasus yang disebut merugikan negara hingga Rp193,7 triliun itu. Ia mempertanyakan apakah penegakan hukum dalam kasus ini sudah berjalan dengan benar atau justru memunculkan tindakan yang tidak adil.

Dalam YouTube Kompas.com, Jumat (21/3/2025), Sugeng Teguh Santoso menyoroti adanya indikasi pihak tertentu yang "dicuci namanya" dalam proses penyelidikan.  

"Pagi-pagi Kejaksaan Agung sudah mencuci nama, setelah pertemuan malam hari," kata Sugeng dalam Kompas.com Talks bertajuk "Megakorupsi Tata Kelola Minyak: Jangan Hanya Ganti Pemain."

Sugeng menyoroti bahwa kasus ini berkaitan dengan tata kelola minyak mentah dan BBM dalam periode 2018-2023. Oleh karena itu, ia menilai pihak pertama yang harus diperiksa adalah jajaran direksi Pertamina pada periode tersebut. "Yang pertama kalau mau diperiksa itu adalah siapa direktur 2018-2023."

Janggalnya, menurut Sugeng, karena Kejagung lebih dulu menangkap pihak subholding Pertamina, Patra Niaga. Padahal subholding itu baru muncul pada 2021. "Kalau dia melakukan dugaan pelanggaran, artinya ada sebelumnya yang harus diminta pertanggungjawaban." ***