EmitenNews.com - Terbuka peluang bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa Ketua Mahkamah Agung (MA) HM Syarifuddin dan hakim agung lainnya dalam kasus suap penanganan perkara perdata yang menjerat tersangka Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati. Ada dugaan dua hakim lainnya terlibat dalam kasus korupsi pengurusan perkara di MA.


"Sepanjang diduga tahu perbuatan para tersangka, tentu pasti siapa pun akan dipanggil sebagai saksi dalam perkara ini," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Minggu (25/9/2022).


Menurut Ali Fikri, pemeriksaan saksi dilakukan karena kebutuhan penyidikan. Siapa yang diduga mendengar, mengetahui, atau melihat kejadian suatu pidana akan dimintai keterangan untuk membuat perkara lebih terang. Penyidik memanggil saksi, karena ada keperluan agar lebih jelas dan terang perbuatan para tersangka.


Dalam kanal YouTube, Sabtu (24/9/2022), Menko Polhukam Mahfud Md menyebut, terdapat hakim agung lain yang diduga terlibat dalam kasus suap yang menjerat hakim Sudrajad Dimyati itu. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, mengatakan, ada dua hakim agung lain yang diduga terlibat.


"Ada hakim agung yang terlibat. Kalau enggak salah dua, itu juga harus diusut. Hukumannya harus berat juga, karena ini hakim. Hakim itu kan benteng keadilan," kata Mahfud.


Dalam penyelesaian pengusutan perkara suap hakim itu, Mahfud mewanti-wanti jangan sampai ada yang berusaha melindungi para pihak yang terlibat. Politikus PKB ini memastikan, hanya kerugian yang didapat dari melindungi hakim korup.


Pada jumpe pers, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (23/9/2022), Ketua Kamar Pengawasan MA Zahrul Rabain mengungkapkan, Sudrajad Dimyati sempat menemui Ketua MA Syarifuddin pada Jumat pagi. Ini pertemuan wajar. Sebagai hakim agung, Dimyati ingin melaporkan kepada atasannya.


Dimyati menjelaskan soal pemanggilan KPK, dan kasus yang menyeretnya menjadi tersangka KPK. Dalam pertemuan itu, kata Zahrul, Ketua MA menanyakan mengenai perkara yang membuat Dimyati menjadi tersangka. Syarifuddin juga sempat menanyakan siapa saja yang terlibat dalam perkara yang menjeratnya itu.


Dalam pertemuan itu juga, menurut Zahrul, Syarifuddin menyarankan kepada Dimyati untuk kooperatif dan memenuhi panggilan KPK. Dimyati merespons dengan baik dan menyerahkan diri ke KPK. Sebelumnya, KPK memang memintanya segera menghadap untuk menjalani proses pemeriksaan kasusnya.


Penetapan tersangka ini sesuai hasil gelar perkara pasca-Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, di Jakarta dan Semarang pada Rabu (21/9/2022), hingga Kamis (22/9/2022). Dalam giat operasi itu, KPK mengamankan delapan orang, yakni Desy Yustria, Muhajir Habibie, Edi Wibowo, Albasri, Elly Tri, Nurmanto Akmal (PNS MA), Yosep Parera, dan Eko Suparno. Dalam OTT itu, tim KPK juga mengamankan uang yang diduga suap senilai SGD205.000 dan Rp50 juta.


Heryanto Tanaka, Ivan Dwi Kusuma Sujanto, Yosep, dan Eko Suparno yang diduga sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.


Sementara itu, Dimyati, Elly Tri Pangestu, Desy Yustria, Nurmanto Akmal, Albasri, dan Muhajir Habibie yang diduga penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.


Seperti diketahui, KPK telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka. Sebagai penerima suap, Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati, panitera pengganti MA Elly Tri Pangestu, PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria, dan Muhajir Habibie serta dua PNS MA Nurmanto Akmal serta Albasri.


Sedangkan yang diduga sebagai pemberi suap, dua orang pengacara, Yosep Parera dan Eko Suparno, serta dua pengurus koperasi Intidana, yakni Heryanto Tanaka, serta Ivan Dwi Kusuma Sujanto.


KPK menduga Sudrajad Dimyati menerima suap terkait kasasi pailit Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Sang hakim agung diduga menerima Rp800 juta untuk memutus koperasi tersebut telah bangkrut.


Kasus kepailitan Koperasi Simpan Pinjam Intidana ini telah diputus oleh Mahkamah Agung. Dimyati yang menjadi hakim ketua dalam perkara itu menyatakan koperasi yang beroperasi di Jawa Tengah tersebut pailit. Pada pengadilan tingkat pertama dan kedua, gugatan yang diajukan oleh Ivan dan Heryanto itu ditolak. ***