EmitenNews.com - Keren ini. Keran ekspor benih lobster kembali ditutup. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan, ekspor lobster hanya diizinkan untuk ukuran konsumsi. Ini bagian dari ikhtiar pemerintah untuk menjadi pemain lobster tingkat dunia. KKP melarang pengiriman lobster di era Menteri Susi Pudjiastuti (2014-2019). Tetapi, dibuka penggantinya, Edhy Prabowo yang belakangan terjerat kasus korupsi perizinan ekspor bibit udang. Menteri Sakti Wahyu Trenggono kembali melarang.

 

Dalam siaran pers, Kamis (8/4/2021), Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP, Rina mengungkapkan adanya keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, pengganti Edhy Prabowo itu. Semangatnya, Menteri Sakti, yang juga mantan Wakil Menteri Pertahanan, akan mengedepankan budidaya lobster dalam negeri, dengan mengarah pada penggunaan teknologi yang lebih baik. Harapannya, Indonesia menjadi pemain lobster kelas dunia.

 

Dengan tidak adanya lagi izin ekspor benih lobster, berarti memilih satu di antara dua opsi yang disampaikan Ombudsman RI. Pertama, mencabut atau merevisi Permen KP 12/2020 dan merancang peraturan baru yang mengatur ekspor benur dalam batas waktu 3 tahun dengan evaluasi per tahun oleh BUMN Perikanan. Sebagian keuntungannya diatur untuk pengembangan budidaya. Kedua, merevisi Permen KP No12 tahun 2020 dengan membatasi ekspor hanya untuk lobster hasil budidaya swasta. Juga mengkaji dan membentuk Sovereign Wealth Fund (SWF) atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI) untuk komoditi hasil laut. 

 

Pemerintah akhirnya memilih opsi kedua, yaitu merevisi Peraturan Menteri KP Nomor 12/2020. Rina menyebutkan, BKIPM akan bersiaga mengawal agar tidak ada benih lobster yang keluar secara ilegal. "Pak Menteri sudah bersurat ke Kapolri untuk menjaga agar benih lobster tidak keluar secara ilegal. Indonesia fokus pada budidaya lobster yang menyejahterakan masyarakat kelautan."

 

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika akan memonitor revisi, dalam serangkaian diskusi. Sebelumnya, Ombudsman menemukan 4 potensi maladministrasi dalam ekspor benih lobster ini. Pertama, ada diskriminasi pemenuhan kriteria sebagai nelayan penangkap benur serta proses penetapan eksportir benur dan nelayannya. Kedua, adanya permintaan imbalan pada pemenuhan persyaratan teknis penetapan eksportir benur dan penetapan nelayan penangkap benur.

 

Ketiga, adanya tindakan sewenang-wenang dari eksportir benur dalam penentuan skema kerja sama atau pola kemitraan dengan nelayan penangkap. Keempat, Ombudsman menemukan penyalahgunaan wewenang dari Ditjen Perikanan Tangkap KKP dan eksportir benih lobster atas penetapan harga benur yang menggunakan kriteria harga patokan terendah. ***